Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Gula Terigu Indonesia (Apegti) menilai ada indikasi merembesnya gula rafinasi ke pasar konsumsi, akibatnya gula petani tidak terserap sepenuhnya oleh pasar.
Oleh karena itu, Asosiasi meminta agar Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian bertanggung jawab atas permasalahan merembesnya gula rafinasi ini.
Ketua Apegti Natsir Mansyur mengatakan potensi perembesan gula rafinasi mencapai 500.000 ton. akibatnya gula hasil petani tidak diserap oleh pasar. Hal inilah yang sangat merugikan petani tebu dalam negeri.
“Selama ini Kementerian Perindustrian yang bertindak sebagai pemberi rekomendasi impor raw sugar (bahan baku) untuk industri gula rafinasi, telah memberikan ijin impor mencapai 2,2 juta ton. dari jumlah tersebut potensi perembesannya mencapai 500 ribu ton, terutama industri gula rafinasi yang belokasi di Makassar,” jelasnya hari ini, Selasa (17/9/2013).
Natsir menyebutkan dari Industri yang berada di Makassar terindikasi merembes ke pasar konsumsi karena kapasitas produksi 400 ribu ton, sedangkan kebutuhan industri makanan minuman hanya 150 ribu ton. Ketimpangan ini berpotensi untuk diselewengkan.
“Karena timpang, maka ada potensi merembes sebesar 250 ribu ton kepasar umum, sehingga menggangu pasar gula kristal putih (GKP) produksi petani, ini kan sangat ironis,” paparnya.
Perembesan gula rafinasi itu, lanjut Natsir, sudah terjadi selama 3 tahun terakhir. Karena itu, pihaknya menyayangkan sikap Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan yang cenderung melakukan pembiaran setiap tahun, dengan tidak memberikan funishment kepada industri gula rafinasi yang produksinya merembes kepasar umum.
Di lain pihak, sambungnya, urusan impor raw sugar ini juga setiap tahun diamini oleh DPR-RI komisi 6 dan disetujui oleh Kemenko Perekonomian, sehingga gula produksi PTPN menjadi korban, dimana gula petani tidak bias diserap pasar.
“Apegti sangat menyayangkan, praktek kebijakan pemerintah ini yang cenderung spekulatif setiap tahunnya tidak ada penyelasaian. Kami minta kepada KPK, BPK, agar menpercepat proses hukum, terutama terkait kasus impor raw sugar yang bermasalah,” kata Natsir.
Dia memaparkan, kasus impor raw sugar tersebut antara lain di tahun 2012 jumlah 350 ribu ton oleh BUMN perdagangan sebagai importir, di tahun 2013 impor raw sugar 250 ribu ton oleh 3 perusahan gula yang izinnya mengolah tebu berubah menjadi impor raw sugar sebagai bahan baku.
“Kedua masalah izin impor itu dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) sangat disayangkan apabila KPK tidak segera memproses hukum dan dibiarkan terus,” kata Natsir.