Bisnis.com, JAKARTA-- Ferrostaal Industrial Projects GmbH, perusahaan multinasional yang bergerak di bidang petrokimia meminta Kementerian Perindustrian segera memberikan kepastian alokasi gas untuk pengembangan komplek pabrik petrokimia di Teluk Bintuni, Papua Barat dengan investasi US$1,8 miliar.
Menteri Perindustrian M.S Hidayat mengatakan petinggi dari Ferrostal khusus datang ke Indonesia untuk meminta kepastian alokasi gas guna melanjutkan pembangunan pabrik petrokimia tersebut. Pasalnya, proyek sulit dilanjutkan tanpa kepastian alokasi gas dari pemerintah. Sedangkan pemerintah, hingga kini belum bisa memberikan kepastian.
“Kami katakan membutuhkan waktu satu bulan untuk mencarikan gas. Sampai sekarang pasokan gas-nya belum fix, sementara feasibility study (FS) atau kelayakan studi sudah berjalan, “ kata Hidayat di ruang kerjanya, Kamis (22/8/2013)
Hidayat berkomitmen untuk mencarikan gas demi kelangsungan industrin petrokimia di Indoenesia. Oleh sebab itu, pihaknya akan segera berkordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) serta Menko Perekonomian untuk menyelesaikan masalah ini.
Menurutnya, pihaknya akan memperjuangkan rencana investasi untuk direalisasikan. Pasalnya, industri petrokimia, bersama industri besi baja dan metal, industri agro merupakan industri unggulan yang harus ditingkatkan dari hulu hingga hilir.
“Kalau investasi multicompany mau investasi serius di Timur Indoensia itu terus tidak disuplai gas-nya, ya salah juga. Ada kemungkinan dari Genting Oil pasokan gas-nya.”
CEO Ferrostaal GmbH Klaus Lesker mengatakan pihaknya percaya kepada pemerintah mengenai pasokan alokasi gas untuk pembangunan pabrik petrokimia di Teluk Bintuni.
“Kami sedang berdiskusi dengan pemerintah soal ini, kami yakin bisa mendapatkan pasokan gas. Saat ini kami dalam kerjasama yang tepat dengan pemerintah Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, Ferrostaal resmi mengajak PT Chandra Asri Petrochemical Tbk untuk melakukan kajian studi kelayakan dalam mengembangkan komplek pabrik petrokimia di Teluk Bintuni, Papua Barat ini. Hal tersebut tertuang dalam nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) kedua belah pihak pada Kamis (18/7/2013) dan disaksikan oleh Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto di kantor Kemenperin.