Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian menyatakan negosiasi antara Indonesia dan konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA) untuk pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) tidak bisa lagi melalui negosiasi biasa. Namun, harus melalui proses yang lebih tinggi.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan, baik pihak Jepang maupun Indonesia masih tetap pada posisi perhitungan nilai buku masing-masing.
Pihak Jepang menginginkan perhitungan nilai buku dihitung sesudah revaluasi, sedangkan Indonesia sebelum revaluasi. Artinya, perhitungan nilai buku antara pihak Jepang dengan Indonesia belum sama.
“Sehingga kami akan meminta arahan dari tim pengarah [diketuai oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa] bagaimana negosiasi ke depan. Baik Jepang maupun Indonesia sudah mengambil posisi masing-masing, sehingga rasanya tidak mungkin bisa lagi melalui proses negosiasi biasa,” kata Ansari di Kantor Kementerian Perindustrian, Selasa (23/7/2013).
Ansari mengatakan dimungkinkan harus melawati negosiasi yang lebih tinggi atau mencari cara lain agar negosiasi bisa tercapai. Menurutnya, pemerintah akan berpegang teguh pada nilai audit yang dilakukan badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP). Pihak NAA mengusulkan nilai buku sekitar US$650 juta.
“Kalau dalam BPKP saya lupa, namun ada selisih sekitar US$150 juta-US$200 juta dengan Indonesia,” tambahnya. Menurutnya, pemerintah akan mengikuti perhitungan sesuai dengan rekomendasi BPKP, yakni dengan perhitungan sebelum revaluasi.
Adapun saat ini, negosiasi masih dalam tahap dengan tim perunding. Tim perunding dari Indonesia diwakili oleh Dirjen Kerjasama Industri Internasional Kemenperin bersama tim.
“Jalan tengahnya, kami akan minta arahan tim pengarah.” Namun, kata Ansari, pemerintah akan terus memperjuangkannya hingga pada 1 November 2013 Inalum sudah menjadi milik Indonesia 100%.
“Harus ada exit strategy, tapi kami berharap bisa selesai sehingga proses serah terima bisa dilaksanakan.” Adapun terakhir perundingan dilakukan pada 10 Juli 2013.