Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menegaskan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) akan menjadi 100% secara legal menjadi milik pemerintah Indonesia pada 19 Desember 2013. Saat ini, kepemilikan PT Inalum baru secara prinsip lantaran pemerintah Indonesia belum membayarkan kompensasi pengambilalihan Inalum.
Direktur Jenderal Kerja Sama Industri Internasional Agus Tjahajana mengatakan kedua belah pihak tengah menyusun termination agreement yang akan diteken pada 9 Desember 2013 di Jakarta.
Menurutnya, ada beberapa poin kruisial yang akan dimasukkan dalam termination agreement yang diperkirakan akan mencapai 40 halaman tersebut.
Beberapa poin krusial tersebut a.l mengenai nilai kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah Indonesia, clean break, aset perpajakan, dan garansi. Menurutnya, dalam negosiasi dengan Nippon Asahan Aluminium (NAA) Jepang, kesepakatan harga berkontrbusi 60% dalam menentukan keberhasilan.
“Harga itu ibarat ibunya, dan sisanya itu anak-anaknya. Kalau harga sudah disepakati, yang lain akan mudah,” kata Agus ditemui di kediaman Menperin M.S. Hidayat, Senin malam (2/12).
Adapun poin clean break diperlukan setelah kompensasi dibayarkan tidak ada tuntutan lagi dari sisi kedua belah pihak. Kemudian, perlunya aset perpajakan lantaran perhitungan pajak yang belum selesai.
“Kalau garansi itu dibutuhkan karena dalam master agreement disebutkan barang yang diserahkan harus pada kondisi baik, berapa lama waktunya, ini belum putus,” tambahnya.
Mengenai pembayaran, Agus mengatakan pembayaran kompensasi senilai US$556,7 juta akan dilakukan pada 9 Desember ketika terminaton agreement diiteken. Menurutnya, saat ini kepemilikan Inalum di Indonesia dikatakan sebagai masa transisi, artinya secara prinsip sudah menjadi milik Indonesia, tetapi secara legal bisa dikatakan belum.
“Setelah ditandatangani, membutuhkan 10 hari karena ada mekanisme internal. Mereka akan memberi saham mereka ketika uang sudah masuk ke bank mereka,” jelas Agus.
Agus menjelaskan pada 31 Oktober lalu pihak Jepang menginginkan penyelesaian di arbitrase dan pembayaran melalui aset transfer. Ketika itu, pada 1 November pemerintah Indonesia akan membayar kompensasi kepada pihak Jepang senilai harga PLTA. Sembilan puluh hari kemudian, baru membayarkan aset smelter-nya.
Namun, selang satu hari, pihak Jepang mengajak diskusi kembali sehingga kompensasi belum dibayarkan. “Sekarang kembali menggunakan share transfer, jadi kami bisa segera membayarkan secara lunas nantinya.”
Saat ini, pemerintah Indonesia belum bisa bernapas lega hingga termination agreement diteken. Menurut Agus, segala kemungkinan masih bisa terjadi. “Yang harus dilakukan adalah bekerja extra keras, sebelum tanggal 9, saya belum lega.”