Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Manufaktur: Menperin Mulai Pesimistis

Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Perindustrian mulai pesimistis terhadap  target pertumbuhan industri manufaktur tahun ini yang dipatok tinggi dibandingkan tahun lalu.

Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Perindustrian mulai pesimistis terhadap  target pertumbuhan industri manufaktur tahun ini yang dipatok tinggi dibandingkan tahun lalu.

 Menteri Perindustrian M.S Hidayat mengaku tidak bisa berkomentar mengenai target pertumbuhan industri manufaktur pada semester II,  setelah pada semester I terlihat mulai stagnan.

 “No comment, belum menurun tapi juga belum naik,” kata Hidayat di Jakarta, Selasa (9/7).

 Menurutnya, industri manufaktur sangat berpengaruh terhadap pendapatan negara. Oleh karena itu, lanjutnya, diharapkan tidak ada penurunan yang signifikan.

Beberapa waktu lalu, Hidayat mengatakan pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal II ini memang melambat dibandingkan dengan kuartal I. Meski begitu, sampai akhir tahun, pihaknya masih yakin pertumbuhan industri bisa tumbuh mencapai angka 6,5% dari target awal sebesar 7,14%. Namun sekarang, dia belum bisa memprediksi angka pertumbuhannya.

Sampai pertengahan tahun ini, tidak dapat dipungkiri tidak sedikit industri yang mengalami perlambatan. Misalnya industri semen, permintaan semen dalam negeri yang terus menurun membuat pemerintah khawatir. Berdasarkan catatan Kemenperin, konsumsi semen sepanjang Januari hingga kini melihatkan perlambatan.

Di satu sisi importasi meningkat, namun di sisi lain pasar dalam negeri melambat dan ada penambahan kapasitas yang cukup banyak. Padahal seharusnya, permintaan semen meningkat seiring dengan fokusnya pemerintah untuk membangun infrastruktur. Namun, kenyataan tersebut tidak terlihat.

Begitu juga dengan pelaku bisnis baja. Keuntungan pelaku usaha di bisnis baja diperkirakan bakal tertekan tahun ini. Salah satunya disebabkan oleh kondisi perekonomian yang kurang mendukung industri.

 Mulai dari adanya kenaikan upah minimum provinsi (UMP), kenaikan harga gas industri, kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tertekannya rupiah membuat kondisi industri baja juga melesu.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Riendy Astria
Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper