Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BISNIS.COM, BOGOR--Pertanian agroekologi merupakan solusi terbaik untuk menekan pemanasan global dan pengurangan pemakaian bahan kimia.

Namun, pro kontra penerapan pertanian agroekologi di Indonesia berkembang karena minimnya lahan yang dimiliki para petani di Indonesia. 

Pertanian agroekologi akan dibahas dalam acara yang digelar oleh Dewan Guru Besar (DGB) IPB Studium General. Acara itu akan menghadirkan pembicara Prof. Miguel A. Altieri dari University of California, Berkeley USA. Dia adalah  profesor di bidang Agro-ecology pada Department of Environmental Sciences, Policy and Management (ESPM), UC, Berkeley.

Acara yang digelar di Ruang Senat IPB  ini mengangkat topik “Who will feed us in the planet in crisis?”

“Sebagai salah satu contoh, Pretty dan Hine (2009) telah mengevaluasi 16 proyek pertanian agroekologi  yang tersebar di delapan negara Asia dan didapatkan 2,86 juta rumah tangga secara subtansial telah menaikkan produksi pangan total pada 4.93 juta hektare. Dengan penerapan pertanian agroekologi, saya rasa bisa menjadi kantong pangan dunia dan mampu menekan pemanasan global, ” kata Prof. Miguel dalam presentasinya, Jumat (21/6/2013).

System of  Rice Intensification (SRI) adalah salah satu cara budi daya padi dengan pendekatan pertanian agroekologi. Sistem ini sudah menyebar di China, Indonesia, Kamboja dan Vietnam dan mencapai lebih dari jutaan hektare lahan dengan rata-rata peningkatan hasil sekitar 20-30%.

Keunggulan SRI dengan pendekatan pertanian agroekologi yang sudah didemonstrasikan di lebih dari 40 negara di dunia, adalah peningkatan hasil lebih dari 50%, pengurangan penggunaan benih hingga 90%, dan pengurangan penggunaan air hingga 50%.

Sementara itu, Prof. Hidayat Pawitan, Guru Besar Geofisika dan Meteorologi IPB, sebagai salah satu peserta yang hadir, mengatakan pendekatan pertanian agroekologi dikatakan mampu memberikan solusi cerdas untuk menekan pemanasan global, tetapi membutuhkan lahan pertanian yang luas.

“Perlu dipertimbangkan lagi jika sistem ini akan diterapkan di Indonesia, karena akan terkendala masalah lahan. Petani Indonesia kebanyakan adalah petani gurem dengan lahan terbatas,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herry Suhendra
Sumber : herry suhendra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper