BISNIS.COM, JAKARTA—Sebagian besar kasus pengemplangan pajak yang ditangani Direktorat Jenderal Pajak sejak 2007 menggunakan modus operandi penerbitan faktur pajak fiktif, yang menghambat penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN).
Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak Yuli Kristiyono mengatakan sepanjang periode 2007-2012, 70% hingga 80% dari total kasus pajak yang masuk ke direktoratnya adalah modus operandi tersebut.
“Faktur pajak fiktif ini muncul dari berbagai sektor bisnis. Kami terus menanganinya tapi tetap saja masih banyak yang melanggar. Tahun lalu saja, hampir semua kasus yang kami periksa adalah faktur fiktif,” kata Yuli dalam diskusi pajak di Jakarta, Jumat (21/6/2013).
Sementara itu, Yuli mengungkapkan modus operandi penyampaian surat pemberitahuan pajak (SPT) dengan tidak benar mencapai sekitar 10% dan kasus ketidakpatuhan setor bendahara pemerintah mencapai kurang dari 10%.
Sepanjang tahun lalu, Ditjen Pajak telah menyerahkan sebanyak 20 berkas P-19 dengan total kerugian negara mencapai Rp1,54 triliun dan 27 berkas P-21 dengan total kerugian negara sebanyak Rp144 miliar.
Adapun kasus pajak yang sudah divonis mencapai 26 berkas dengan total kerugian negara mencapai Rp1,55 triliun dan denda pidana mencapai Rp3,27 triliun. Jumlah kasus, kerugian negara, dan denda pidana pada 2012 merupakan yang terbesar dalam 6 tahun terakhir.