BISNIS.COM, JAKARTA— Pemerintah seharusnya dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor nonmigas terutama kebutuhan pangan sehingga dapat membantu memperbaiki neraca perdagangan.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice Riza Damanik mengatakan penyebab utama defisit neraca perdagangan karena impor migas. Namun impor nonmigas pun tidak kalah besar pengaruhnya.
Oleh karena itu, sambungnya, perubahan tersebut dapat dimulai dari ketergantungan terhadap impor produk nonmigas, terutama pangan.
Pasalnya, berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, terhitung sejak 2009 hingga 2012, impor pangan Indonesia mengalami peningkatan hingga 100,4% dari US$8,42 miliar menjadi hingga US$17,18 miliar.
Peningkatan terbesar terutama dari kopi, teh, dan cabe yang melonjak 425,12% dari US$62,1 juta di 2009 menjadi US$326,1 juta; sereal meningkat 146,6% dari US$1,5 miliar menjadi US$3,7 miliar.
Selain itu, impor gula dan kembang gula juga bertambah dari US$704,6 juta menjadi US$1,88 miliar; begitu pula dengan benih dan biji-bijian yang meningkat dari US$826,9 juta menjadi US$1481 juta; tepung yang menjadi US$645,7 dari 2009 yang masih ada dikisaran US$353,9 juta.
“Kalau kita bisa kurangi itu, setidaknya akan membantu memperbaiki neraca perdagangan,” katanya akhir minggu lalu.
Apalagi untuk barang pangan yang diimpor tersebut sebagian besar merupakan barang-barang yang sebetulnya dapat dihasilkan oleh petani lokal. “Ketimbang memperbesar impor pangan, lebih baik pemerintah membantu para petani meningkatkan hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan lokal.”
Riza mengatakan dengan adanya kesepakatan trade facilitation dikhawatirkan akan semakin memperbesar pintu impor yang kemudian menghilangkan daya saing petani kecil. (ltc)