BISNIS.COM, BOGOR- Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK), Papua dan Institut Pertanian Bogor (IPB) meneken Memorandum of Understanding (MoU) pengembangan industri sagu di Mimika, Papua.
Penandatanganan MoU dilakukan pada di IPB International Convention Center (IICC). Wakil Rektor Bidang Riset dan Kerjasama IPB, Prof. Anas Miftah Fauzi dalam sambutannya mengatakan potensi sagu Indonesia sangat besar.
“Tetapi potensi sagu besar tersebut merupakan warisan dari para orang tua kita, sehingga terkadang kita belum memahami teknologi pembibitan dan budidaya sagu yang baik untuk menjaga kualitas sagu. Papua mempunyai potensi sagu yang sangat luar biasa, namun belum banyak dieksplorasi. Merupakan tantangan bagi para ahli bagaimana memproses sagu menjadi produk yang mudah diolah layaknya memasak nasi,” kata Prof.Anas dalam siaran pers IPB, Jumat (26/4).
Pada tahun 1997-1999, Prof.Anas mengatakan IPB membangun stasiun pangan darurat di Papua. Namun sayangnya tidak berlanjut. Dari MoU ini Prof.Anas berharap ada kerjasama yang komprehensif supaya terjadi keberlanjutan pengelolaan sagu.
“ Bila perlu didirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khusus sagu yang akan mempelajari segala sesutua ilmu dan teknologi berkaitan industri pengolahan sagu. IPB siap membantu dan sudah berpengalaman dalam mendirikan SMK-SMK khususnya pertanian,” tandasnya.
Hal senada dikatakan Ketua Tim Sagu IPB, Prof.Dr.Hasim Bintoro. “Potensi sagu belum optimal dikelola terlebih masyarakat di sana hanya membutuhkan dua atau tiga pohon sagu untuk konsumsi satu keluarga satu pohon. Masyarakat lebih suka menebang pohon sagu di pinggir jalan. Sementara itu sekitar 6 juta ton sagu dalam hutan yang tidak dipanen karena sulitnya medan.
Bila sagu tersebut kita manfaatkan untuk bahan baku gula, etanol, dan sebagainya, tentu dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di sana,” jelas Prof. Bintoro.
Sekretaris Eksekutif LPMAK, Emanuel Kemong dalam sambutannya menyampaikan hampir keseluruhan masyarakat Papua hidup dari sagu kecuali beberapa yang makan ubi.
“Sagu terancam punah dengan program-program dari pemerintah seperti program pengembangan perkebunan kelapa sawit yang akan ditanam di atas ribuan hektar di dusun sagu di Mimika, Papua,” ungkap Emanuel.
Menurut Emanuel, yang patut disayangkan adalah masyarakat di sana sendiri yang melepaskan tanahnya untuk ditanami kelapa sawit tanpa mempertimbangkan masa depan pangan pokok mereka.
“Kami kemudian mempertimbangkan kira-kira lembaga apa yang paling tepat untuk mempertahankan sagu untuk keberlanjutan masyarakat Papua. Saya melihat IPB lembaga yang paling tepat. Saya tidak bisa membayangkan apa yang terjadi sepuluh tahun ke depan tanpa sagu. Kami berharap dari kerjasama ini selain kerjasama pengolahan sagu, juga bagaimana kami bisa menanam kembali sagu,” harap Sekretaris Eksekutif LPMAK tersebut seraya mengakhiri sambutannya.