Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Pati Sagu RI Kalah dari Malaysia, Ini Biang Keroknya!

Kemenperin mencatat nilai ekspor pati sagu Indonesia masih kalah dengan Malaysia. Apa penyebabnya?
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita - Dok. Kemenperin
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita - Dok. Kemenperin

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat nilai ekspor pati sagu Indonesia masih kalah dengan Malaysia. Padahal, Indonesia memiliki lahan sagu mencapai 5,5 hektare atau 85% dari total lahan sagu di dunia. 

Untuk diketahui, nilai ekspor pati sagu Malaysia sebesar US$15 juta atau lebih besar dibandingkan nilai ekspor pati sagu Indonesia senilai US$9 juta pada 2023.

Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan terdapat sejumlah kendala, salah satunya terkait dengan modus oknum dari Malaysia yang mengimpor bahan baku sagu Indonesia tanpa tercatat.

"Jadi mereka masukin sagu dari Indonesia ke Malaysia, di Malaysia mereka olah-olah sedikit atau ekspor atas nama Malaysia. Ini salah satu kendala yang saya pelajari kenapa Malaysia lebih tinggi nilai ekspornya dari Indonesia," kata Agus di Kantor Kemenperin, Senin (29/7/2024).

Namun, dia memastikan ekspor sagu yang dilakukan Indonesia sudah diolah berupa pati, meskipun nilainya tidak begitu signifikan.

Untuk menggenjot kinerja ekspor komoditas pertanian tersebut, perlu dilakukan hilirisasi industri pengolahan sagu sehingga diversifikasi terwujud. Alhasil, tak hanya pati sagu, tetapi juga produk hilir sagu lainnya.

"Sagu dapat diolah menjadi beragam produk mulai dari produk pangan seperti mie, beras analog, dan produk nonpangan seperti bio packaging," tuturnya.

Agus juga menyoroti potensi lahan sagu di Papua sebesar 5,2 juta hektare yang masih belum teroptimalkan. Di sisi lain, Riau yang lahan sagunya tidak seluas Papua justru menjadi produsen sagu terbesar di Indonesia.

Produktivitas provinsi Riau adalah 3,73 ton per hektare, sementara Papua di angka 1,21 ton per hektare. Berdasarkan data statistik perkebunan dari Kementerian Pertaninan pada 2022 hanya 112.000 hektare lahan atau 4% dari total lahan sagu yang baru dimanfaatkan dengan total produksi 386.000 ton.

"Pemanfaatan produksi sagu di indonesia dirasakan masih sangat rendah, karena berbagai kendala, pertama pada alur rantai pasok bahan baku sagu," tuturnya.

Adapun, area sagu di Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat dengan presentasi penguasaan lahan sebesar 94,34% dengan kontribusi produksi sagu mencapai 99%.

Dalam hal ini, Agus melihat infrastruktur perkebunan rakyat ini masih sederhana bahkan sangat sederhana dengan fasilitas penunjang yang sangat minim. Hal ini menyebabkan rantai suplai sagu dari hulu ke hilir menjadi terbatas bahkan sangat terbatas.

"Kedua masalah yang harus kita takel adalah masalah keterampilan atau SDM yang kita lihat masih minim. Oleh karena itu ini perlu perhatian khusus untuk mempercepat peningkatannya," jelasnya.

Ketiga, popularitas sagu masih rendah sehingga menjadi penghambat proses pengembangan dan riset dan membatasi komoditas sagu.

"Kita perlu edukasi bahwa sagu dapat menjadi alternatif, sumber karbohidrat dan tentu industrinya dapat dikembangkan agar Indonesia dapat menjadi salah satu pemasok pati terbesar di dunia," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper