BISNIS.COM,JAKARTA—Dampak psikologis masyarakat terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai kecil.
Sasmito Hadi Wibowo, Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), mengatakan kecilnya dampak psikologis masyarakat tersebut dikarenakan telah terjadinya ekspektasi inflasi sejak beberapa bulan yang lalu, mendahului keputusan pemerintah.
“Perhatikan saja, beli bensin eceran itu Rp6.000 seliter. Jadi [ekspektasi inflasi] sudah berbulan-bulan yang lalu. Soalnya selama ini wacana usulan kenaikan sudah lama, sehingga kalau pun dinaikkan, masyarakat sudah siap,” katanya di Gedung Kemenko, Rabu (17/4).
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BPS Suryamin mengatakan dampak kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap inflasi pada tahun ini tidak akan sebesar dibandingkan 2008 lalu yang berlaku untuk semua kendaraan.
Menurut Suryamin, kenaikan harga BBM bersubsidi kali ini hanya mempengaruhi pengeluaran di kelompok rumah tangga, bukan kelompok dunia usaha. Pasalnya, rencana kenaikan ini hanya berlaku bagi mobil pribadi yang berplat hitam dan merah, sedangkan kendaraan plat kuning masih mendapat pengecualian.
“Sepertinya [dampak inflasi] tidak [sebesar 2008], karena dikenakan kepada mobil plat hitam dan plat merah, tetapi kalau plat kuning tidak kena,” kata Suryamin.
Namun, Suryamin masih belum bisa mengungkapkan seberapa besar dampak kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap inflasi. BPS, lanjutnya, masih menghimpun data kendaraan bermotor dari kepolisian dalam menghitung dampak kenaikan kepada inflasi.
Sasmito mengungkapkan komposisi BBM di dalam konsumsi rumah tangga sekitar 3%. Namun, lanjutnya, komposisi tersebut bisa berubah, menyesuaikan dengan pergerakan harganya.
Sasmito juga menjelaskan jumlah mobil di Indonesia saat ini sekitar 20 juta unit, sedangkan jumlah motor sekitar 70 juta unit. Namun, Sasmito mengungkapkan saat ini BPS belum memiliki hitungan jumlah mobil yang berplat hitam, merah, dan kuning.