BISNIS.COM, JAKARTA -- Pemerintah berharap kilang pengolahan minyak PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) beroperasi kembali agar bisa mengurangi impor bahan bakar gas dari luar.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Edy Hermantoro mengatakan, terkait dengan utang TPPI kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), pihaknya mengaku belum merapatkannya kembali dengan Kementerian Koordinator Perekonomian.
“Kalau dari migas, intinya satu, kilangnya bisa beroperasi kembali sehingga kilang TPPI bisa memproduksikan kembali bahan bakar LPG. Dengan demikian bisa memenuhi kebutuhan LPG 12 kg dan 3 kg,” kata Edy di kantor Kementerian ESDM, Senin (25/3/2013).
Seperti diketahui, sesuai notice of default yang dikeluarkan PPA pada 27 September 2012 lalu, PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) akan mengambil alih kilang pengolahan minyak PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, jika PT Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro) tidak melunasi utangnya sebesar Rp2,85 triliun.
Tuban Petro diberikan batas waktu untuk melunasi utangnya selama 180 hari, atau paling lambat 26 Maret 2013 nanti. Jika tidak, maka PPA berhak melakukan eksekusi jaminan dan penagihan kepada Honggo Wendratno sebagai pemberi jaminan pribadi.
Jaminan yang akan dieksekusi itu adalah 80% saham PT Polytama Propindo, 50% saham PT Petro Oxo Nusantara, 59,5% saham TPPI, 30% saham Tuban Petro milik PT Silakencana Tirtalestari, tagihan Tuban Petro kepada PT Tirtamas Majutama, dan 3rd rank fixed asset TPPI.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto mengatakan pemerintah sebaiknya menjalankan apa yang sudah diputuskan dalam perjanjian yang diteken pada September tahun lalu tersebut.
“Kalau tidak salah habisnya itu tanggal 26 Maret 2013 kan, dan itu sudah diperpanjang berkali kali, jadi sekarang jalankan saja apa yang seharusnya terjadi. Yang pasti, kilang harus beroperasi,” kata Dito ketika dihubungi Bisnis.
Menurutnya, Indonesia sangat membutuhkan kilang saat ini. Dengan beroperasinya kembali kilang tersebut, maka akan membantu kebutuhan gas LPG di Indonesia.
“Sayang sekali kalau kilang tersebut tak beroperasi, sementara kita butuh, jangan didiamkan hingga berkarat,” tegasnya.
Bisnis sudah berusaha mendapatkan konfirmasi dari pihak PPA apakah keputusan pada 27 September lalu akan dijalankan atau akan diperpanjang, namun kedua nomor telepon genggam Dirut PPA Boyke Eko Wibowo Mukijat tidak aktif.
Kemudian, Corsec PPA Renny O Rorong juga tidak menjawab telepon dan SMS dari Bisnis.
Sepetti diketahui, utang tersebut merupakan konsekuensi dari kegagalan Tuban Petro dalam pembayaran multi years bond (MYB) seri VII kepada PP sebesar Rp734 miliar yang telah jatuh tempo pada 27 Agustus 2012 lalu.
Kemudian, setelah ada tambahan waktu selama 30 hari kalender sesuai perjanjian MYB, maka 27 September 2012 PPA menerbitkan notice of default.
TPPI sendiri memiliki utang pokok, bunga dan denda kepada seluruh kreditur sebesar Rp 17,88 triliun. Sementara, aset nonkas TPPI per 30 September 2012 hanya berjumlah US$899 juta atau tidak dapat menutupi liabilitasnya sebesar US$ 1,8 miliar.
Kilang TPPI beroperasi komersial sejak 2006. Namun, karena menghadapi berbagai masalah termasuk keuangan, kilang berhenti operasi sejak Desember 2011. Selain LPG, produksi kilang TPPI antara lain paraksilen 500.000 ton per tahun dan benzen 300.000 ton per tahun.
Tanpa produksi dari TPPI, maka pada 2015 diperkirakan Indonesia akan mengimpor paraksilen sebesar 900.000 ton dan benzen 400.000 ton. Selain Tuban Petro yang menguasai 59,5 %, pemegang saham TPPI lainnya adalah Pertamina 15 %, Sojitz Corporation 4,25 % dan Itochu Corporation 0,85 %.