Bisnis.com, JAKARTA — Badan Gizi Nasional (BGN) buka suara ihwal pelonggaran impor food tray (nampan makanan) untuk mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diprotes para pengusaha.
Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan, saat program MBG ini dijalankan, pihaknya mencari food tray di pasaran yang ternyata berasal dari impor.
Dadan mengklaim BGN telah mengundang Asosiasi Produsen Alat Dapur dan Makan (Aspradam) dan melakukan kunjungan ke pabrik pada 2024. Dalam kesempatan itu, Dadan menyampaikan bahwa BGN meminta agar asosiasi memproduksi food tray untuk kebutuhan program MBG.
“Juni 2024, kami sudah mengundang Asosiasi Pengusaha Peralatan Dapur dan Alat Makan, dan kami kunjungan pabriknya untuk memproduksi tray dari 2024 dan mereka tidak melakukan karena mereka tidak percaya program ini akan jalan,” kata Dadan saat ditemui di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Namun, Dadan menyebut, saat MBG yang merupakan program prioritas Presiden Prabowo Subianto ini berjalan, para pengusaha justru baru memproduksi food tray tersebut. Dia menyayangkan langkah industri yang baru menggenjot produksi food tray dari dalam negeri.
“Nah, sekarang ketika sudah jalan, kemudian mereka terjun untuk memproduksi peralatan itu, menurut saya akan lebih bagus kalau dulu Juni itu [2024] mereka melakukan,” ujarnya.
Baca Juga
Terlebih, Dadan menuturkan, pasokan food tray untuk MBG masih kurang, yakni sebanyak 70 juta unit food tray hingga November 2025. Sebab, industri food tray di dalam negeri hanya mampu memproduksi sebanyak 10 juta unit setiap bulan.
“Karena sekarang produksi dalam negeri hanya 10 juta per bulan, sementara kami akan butuh di November 70 juta. Agustus, September, Oktober, November [total] 4 bulan, 4 [bulan] x 10 juta [produksi dalam negeri] kan 40 juta, terus 30 juta lagi kalau tidak mengimpor dari mana?” tuturnya.
Dia pun mempertanyakan kesanggupan industri dalam negeri untuk memproduksi food tray. Hal ini menyusul protes dari industri lokal.
“Ya [industri dalam negeri] mampu [memproduksi food tray] 10 juta [unit] sebulan. Kebutuhan kami 70 juta [unit food tray], cukup enggak? Mampu itu berapa?” ucapnya.
Adapun, Dadan memastikan lelang pengadaan sarana dan prasarana MBG, termasuk food tray, tidak akan dilakukan pada tahun depan. Hal ini mengingat pihaknya hanya akan memfokuskan pada pelayanan penerima MBG pada tahun depan.
“Enggak ada [lelang prasarana MBG], tahun depan sudah enggak ada lagi, seluruh infrastruktur akan kami selesaikan tahun ini, tahun depan hanya pelayanan.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, pelonggaran impor food tray dilakukan untuk kepentingan program MBG dengan kebutuhan jumlah yang besar.
“[Pelonggaran impor] food tray ini kan memang dibuka ya itu untuk kepentingan Makan Bergizi Gratis karena kita banyak membutuhkan produk itu,” ujar Budi dalam konferensi pers Kinerja Ekspor Semester I/2025 di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (4/8/2025).
Namun, pemerintah juga tetap membuka jalan bagi pengusaha dalam negeri untuk memproduksi food tray dalam memenuhi kebutuhan MBG. Hal ini mengingat pemerintah membutuhkan food tray MBG dalam volume besar.
“Kalau misalnya di dalam negeri ada kan, kan kita juga tidak melarang menggunakan produksi dalam negeri, tetapi impor juga boleh karena kebutuhan kita sangat besar,” jelasnya.
Terpisah, pengusaha menilai kebijakan pelonggaran impor food tray tidak tepat karena dapat mengancam nasib industri lokal.
Asosiasi Produsen Wadah Makan Indonesia (APMAKI) menyatakan industri dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan food tray program MBG untuk 82,9 juta penerima MBG pada 2025.
Pengurus APMAKI Robert Susanto menyampaikan, anggota APMAKI sudah mampu memproduksi hingga 10 juta food tray per bulan. Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan pemerintah yang menyebut produksi dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan food tray untuk program MBG.
“Itu pun belum dalam kondisi digas [produksi] secara maksimum. Dengan kondisi yang sedang-sedang saja, sudah mampu produksi 10 juta [food tray] per bulan,” kata Robert dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (31/7/2025).
Robert menilai adanya perbedaan pandangan terkait dengan produksi food tray ini terjadi lantaran tidak ada koordinasi antara produsen dengan pemerintah.
Selama ini, Robert mengaku bahwa produsen dalam negeri berjalan sendiri tanpa adanya pendampingan dari kementerian terkait. “...sehingga seolah-olah produsen dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan food tray untuk program MBG ini,” pungkasnya.