Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa praktik penyelewengan terhadap komoditas pangan, khususnya beras premium oplosan, yang merugikan negara tidak bisa lagi ditoleransi.
Prabowo mengungkapkan potensi kerugian negara hingga Rp100 triliun per tahun akibat manipulasi harga dan label pada beras bersubsidi. Dia mencontohkan modus pengemasan ulang beras subsidi menjadi beras premium demi meraup keuntungan. Padahal, seluruh rantai produksi mulai dari pupuk, pestisida, benih, hingga irigasi dibiayai negara.
“Beras yang disubsidi ini ditempel katanya beras premium, harganya tambah Rp5.000–Rp6.000. Ini menurut saudara benar atau tidak? Ini pidana. Ini enggak bener, ini pidana yang saya katakan kurang ajar itu, serakah,” ujar Prabowo saat menghadiri acara Hari Lahir Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Rabu (23/7/2025),
Menurutnya, kerugian negara akibat praktik tersebut mencapai Rp100 triliun per tahun. Jika dibiarkan selama lima tahun, maka negara berisiko kehilangan Rp1.000 triliun—angka yang disebutnya cukup untuk merevitalisasi seluruh sekolah, rumah sakit, dan pesantren di Indonesia.
“Dengan Rp1.000 triliun kita bisa perbaiki semua sekolah di Indonesia, kita bisa bantu semua rumah sakit, semua pesantren di seluruh Indonesia,” katanya.
Dia mengaku telah memberikan instruksi kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk menindak tegas pihak-pihak yang terlibat, termasuk menyita keuntungan yang diperoleh dari praktik tersebut.
Baca Juga
“Usut, tindak, sita. Karena UUD 1945 pasal 33 jelas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujar Prabowo.
Lebih lanjut, Prabowo mengungkapkan bahwa hingga kini sudah ada 212 perusahaan penggilingan padi yang terbukti melakukan pelanggaran. Hasil uji laboratorium juga membuktikan manipulasi kualitas beras.
Kendati demikian, Prabowo membuka ruang untuk penyelesaian yang lebih ringan jika para pelaku bersedia mengembalikan kerugian negara
“Mereka harus kembalikan uang yang mereka nikmati dengan tidak benar. Kalau bisa kembalikan Rp100 triliun, ya kita mungkin bisa sedikit meringankan [hukuman],” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Prabowo juga menegaskan bahwa sikap kerasnya bukan dilatarbelakangi oleh kepentingan pribadi, melainkan amanat konstitusi.
“Ini bukan pikiran Prabowo, ini perintah Undang-Undang Dasar 1945,” pungkas Prabowo.