Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AMRO Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Jadi 4,8% pada 2025

AMRO menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8% pada 2025, dipengaruhi tarif 19% dengan AS. Meski demikian, permintaan domestik tetap kuat.
Siluet pegawai dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Senin (14/10/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Siluet pegawai dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Senin (14/10/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — The ASEAN+3 Macroeconomic Research Office atau AMRO menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8% pada 2025. 

Proyeksi tersebut terungkap dalam laporan terbaru AMRO bertajuk ASEAN+3 Regional Economic Outlook Update edisi Juli 2025. Dalam laporan edisi April 2025, AMRO memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5% pada 2025.

Group Head & Principal Economist AMRO, Allen Ng menuturkan, proyeksi terbaru itu juga telah memperhitungkan tercapainya kesepakatan tarif 19% antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS).

Ng menuturkan, meski pungutan 19% yang disepakati relatif rendah jika dibandingkan dengan dinamika pembicaraan saat ini, tarif tersebut tetap lebih tinggi dibandingkan dengan 10% yang awalnya dihadapi Indonesia.

"Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, mencerminkan dampak dari tarif tersebut terhadap lemahnya permintaan domestik," kata Ng dalam media briefing virtual pada Rabu (23/7/2025).

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi yang tertinggi keempat di antara negara-negara Asean+3. AMRO memproyeksikan Vietnam menjadi negara dengan kinerja pertumbuhan terbaik di antara negara Asean+3 lainnya pada 2025 dengan 7%. 

Menyusul di belakangnya adalah Filipina dan Kamboja dengan prediksi masing-masing 5,6% dan 5,2%.

Dampak Tarif Masih Minimal

Pada agenda yang sama, Chief Economist AMRO Dong He menambahkan, Indonesia merupakan ekonomi terbesar di Asean dengan pasar domestik yang sangat besar. Hal ini membuat perekonomian Indonesia sebagian besar ditopang oleh permintaan dalam negeri.

Dia menuturkan, Amerika Serikat hanya menyumbang sekitar 10% dari total ekspor Indonesia, sementara itu China menyumbang lebih dari dua kali lipatnya.

"Perekonomian Indonesia relatif tidak rentan karena tingkat keterbukaannya terhadap perdagangan internasional juga lebih rendah. Pasar ekspor terbesar Indonesia juga bukan AS. Dari sudut pandang tersebut, Indonesia seharusnya cukup terlindungi dari putaran tarif terbaru yang diberlakukan AS," ujarnya.

Di sisi lain, dia juga menekankan pentingnya perdagangan internasional bagi perekonomian Indonesia. Seiring dengan hal tersebut, dia menyarankan Indonesia untuk terus mendiversifikasi pasar ekspornya.

He juga menambahkan,  perekonomian Indonesia hingga saat ini juga masih berada pada jalur yang baik. Dia mengatakan, momentum pertumbuhan saat ini digerakkan oleh permintaan domestik masih kuat.

"Di sisi lain, kebijakan moneter maupun fiskal dinilai masih memiliki ruang yang cukup untuk menopang perekonomian apabila dibutuhkan," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro