Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menanggapi pernyataan Amerika Serikat (AS) yang menyebut Indonesia sepakat mencabut pembatasan ekspor mineral kritis.
Kesepakatan itu diumumkan melalui Pernyataan Bersama tentang Kerangka Kerja Perjanjian Perdagangan Timbal Balik AS-Indonesia yang dirilis Gedung Putih AS, dikutip Rabu (23/7/2025). Kebijakan ini tidak lepas dari kesepakatan tarif resiprokal yang dikenakan AS kepada RI menjadi 19%.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko RI), Haryo Limanseto menilai pernyataan AS masih berupa join statement. Dia menyebut saat ini tim teknis tengah mengkaji detail dari kesepakatan itu.
Baca Juga
Pasalnya, Indonesia tidak bisa sembarangan menghapus pembatasan ekspor mineral kritis. Terlebih, pemerintah selama ini terus mendorong program hilirisasi mineral.
"Kita juga ada aturan-aturan yang harus kita bahas lebih lanjut. Ini tim teknis lagi bekerja, jadi jangan ditelan bulat-bulat, nanti akan ada penandatangan [perjanjian] yang lebih teknis lagi," kata Haryo kepada Bisnis, Rabu (23/7/2025).
Akan tetapi, dia mengaku belum bisa merinci perjanjian teknis seperti apa yang bakal disepakati kedua negara. Haryo pun berjanji segera memberikan informasi lebih lanjut jika seluruh kesepakatan sudah lebih jelas.
Menurutnya, pernyataan dari pihak AS yang menyebut Indonesia sepakat menghapus pembatasan ekspor mineral kritis, merupakan harapan Negeri Paman Sam.
"Ada saatnya kami segera rapatkan dan kami umumkan maksud dari kedua belah pihak. Jadi itu secara umum yang mereka harapkan, kan kita juga punya aturan yang disebutkan tadi," ucap Haryo.
Adapun, sejumlah komoditas yang tergolong dalam klasifikasi mineral kritis sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 296.K/MB.01/MEM.B/2023, antara lain nikel, tembaga, aluminium, timah, magnesium, mangan, kobalt, dan masih banyak lagi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana memastikan ketentuan ekspor mineral kritis ke AS bakal tetap sesuai aturan yang dibuat Indonesia.
Menurutnya, ekspor mineral ke AS tidak akan berbentuk komoditas mentah. Dengan kata lain, Indonesia tetap mendorong hilirisasi mineral di dalam negeri. Adapun, Indonesia telah resmi melarang ekspor mineral mentah, seperti bijih nikel, bauksit, hingga konsentrat tembaga.
"Apabila dibaca kalimatnya secara lengkap, itu adalah untuk mineral yang sudah terproses, all industrial commodities. Jadi bukan ekspor bijih mentah. Ini sejalan dengan program pemerintah untuk hilirisasi," jelas Dadan.