Bisnis.com, JAKARTA — Core Indonesia mewanti-wanti keterlibatan dana desa sebagai penjamin Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih jika mengalami gagal bayar ke bank pelat merah alias Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Pengamat Pertanian dari Core Indonesia Eliza Mardian menilai, jika sedari awal dana desa sudah dijadikan sebagai jaminan, maka pengurus KopDes/Kel Merah Putih harus mengelola unit usaha dengan sangat hati-hati agar tidak terjadi gagal bayar.
Untuk diketahui, jenis usaha yang akan dijalankan KopDes/Kel Merah Putih terdiri dari gerai sembako, apotek desa/kelurahan, kantor koperasi, unit simpan pinjam, klinik desa/kelurahan, cold storage, logistik, dan usaha lain sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat desa.
“Kalau belum apa-apa dana desa [sebagai] jaminan [KopDes/Kel Merah Putih], berarti tugasnya pengurus koperasi ini berat, jangan sampai salah strategi sehingga gagal bayar,” kata Eliza kepada Bisnis, Senin (21/7/2025).
Menurut Eliza, dana desa yang selama hampir 10 tahun lebih digunakan untuk belanja infrastruktur dan program-program ketahanan pangan di desa sudah saatnya digunakan untuk kegiatan produktif. Bukan lagi seperti bantuan-bantuan pangan untuk mencapai ketahanan pangan.
Namun, Eliza menilai, dengan adanya jaminan dana desa maka menuntut para pengurus KopDes/Kel Merah Putih untuk memiliki profesionalitas tinggi yang didukung dengan kemampuan bisnis yang mumpuni. Meski begitu, dia memandang bahwa konsep KopDes/Kel Merah Putih dapat mendorong masyarakat desa lebih produktif dan kreatif.
Baca Juga
“Hanya saja dari sisi negatifnya, jika mereka sulit beradaptasi dan salah strategi adalah dana desa yang dijadikan jaminan untuk gagal bayar, sehingga belanja desa harus ada beberapa yang disesuaikan sehingga membuat mereka harus mengatur strategi agar semua belanja pegawai dan modal terpenuhi meski ada yang harus disesuaikan,” tuturnya.
Di sisi lain, Core Indonesia juga menyoroti modal awal pembentukan KopDes/Kel Merah Putih yang berasal dari bank Himbara. Menurut Eliza, pinjaman dana bernilai jumbo dari Himbara semestinya dilakukan secara bertahap.
Selain itu, sambung dia, penyediaan dana dari perbankan merupakan langkah tepat jika KopDes/Kel Merah Putih sudah dalam keadaan stabil.
“Kalau awal-awal ini akan rentan sehingga sebaiknya jangan disuntik dana besar, namun seharusnya bertahap,” ujarnya.
Menurutnya, modal awal dari pembentukan KopDes/Kel Merah Putih lebih baik berasal dari anggota koperasi itu sendiri alias swadaya, sehingga perbankan tak perlu menyalurkan pinjaman bernilai jumbo.
“Ketika koperasi sudah berkembang, butuh ekspansi, dan sudah dikelola profesional, di sinilah peran perbankan dibutuhkan untuk bantu scale up koperasi tersebut,” ujarnya.
Dia juga menyebut keberadaan koperasi ini tak hanya dipandang sebatas koperasi kecil, melainkan bisa menjadi koperasi besar dan menguasai perusahaan seperti CHS Inc. di Amerika Serikat (AS), yakni koperasi yang bergerak di industri agrikultur.
Aturan Pendanaan
Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi sebelumnya menyatakan bahwa saat ini pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menggodok Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai payung hukum pembiayaan KopDes/Kel Merah Putih dari Himbara.
“Pembiayaan melalui bank pemerintah serta menggunakan intersep dana desa. Saat ini draft PMK sedang disusun, kita tunggu saja,” ujar Budi kepada Bisnis.
Dihubungi terpisah, Deputi Bidang Pengembangan Usaha Koperasi Kemenkop Panel Barus mengatakan pengajuan rencana bisnis alias proposal menjadi salah satu bentuk mitigasi risiko gagal bayar KopDes/Kel Merah Putih kepada Himbara.
“Setiap Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih ketika dia ingin mengakses pinjaman atau pembiayaan atau permodalan dari Himbara, nanti itu basisnya adalah pengajuan proposal atau rencana bisnis yang dibuat oleh KopDes kepada Himbara,” ujar Panel saat dihubungi Bisnis.
Dia menjelaskan bahwa setiap rencana bisnis dari KopDes/Kel Merah Putih akan diverifikasi terlebih dahulu oleh Himbara untuk memastikan kelayakan usaha.
“Jadi bukan main minta [pembiayaan] langsung kasih saja, nggak ada verifikasinya, nggak begitu. Semua diverifikasi,” tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga terus mengawasi perjalanan usaha KopDes/Kel Merah Putih untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti praktik kecurangan (fraud).
Panel menjelaskan pengawasan KopDes/Kel Merah Putih juga harus melibatkan partisipasi warga desa. Menurutnya, semakin banyak warga desa yang terlibat, maka semakin besar pula rasa kepemilikan terhadap koperasi.
“Ketika ada rasa kepemilikan, maka secara langsung dia pasti akan mengawasi jalannya operasionalisasi usaha koperasi tersebut. Nah, itulah fungsi sosial kontrol akan terjadi berjalan,” pungkasnya.
Tak Pakai Anggaran Pusat
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa program Kopdes Merah Putih tidak memerlukan anggaran tambahan dari pusat, karena seluruh pembiayaannya bisa menggunakan dana desa yang sudah tersedia selama ini.
“Dananya [koperasi desa] dari mana? Dananya sudah tersedia. Dana desa itu satu miliar satu tahun, dan sudah berjalan 10 tahun,” kata Prabowo saat meresmikan peluncuran Kopdes Merah Putih di Bentangan, Kabupaten Klaten, Senin (21/7/2025).
Presiden Ke-8 RI itu mengkritik bahwa dalam praktiknya, dana desa seringkali belum dimanfaatkan secara maksimal.
“Yang repot yang satu miliar kadang-kadang bekasnya enggak kelihatan, para kepala desa tolong ini untuk rakyat,” tegasnya.
Menurutnya, biaya pembangunan satu koperasi desa hanya sekitar Rp2 miliar hingga Rp2,5 miliar per tahun. Bahkan bisa lebih rendah bila desa memanfaatkan aset-aset tidak terpakai yang dimiliki oleh desa, kecamatan, atau kabupaten.
“Dengan dana desa itu, ternyata kita bisa membiayai semua ini,” ujarnya, menepis kekhawatiran soal pendanaan program koperasi yang ambisius ini.