Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Angin Segar Industri Tekstil RI Tadah Berkah Akses Pasar Eropa-AS

Industri tekstil Indonesia mendapat angin segar dengan penurunan tarif bea masuk ke AS dan kesepakatan dagang IEU-CEPA dengan Eropa.
Sejumlah pengunjung mengamati produk tekstil yang dipamerkan di The Heimtextil 2025 yang digelar di Frankfurt pada 13-17 Januari 2025/Bisnis-Surya Mahendra Saputra
Sejumlah pengunjung mengamati produk tekstil yang dipamerkan di The Heimtextil 2025 yang digelar di Frankfurt pada 13-17 Januari 2025/Bisnis-Surya Mahendra Saputra

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengaku lega dengan keberhasilan negosiasi Indonesia-AS hingga menurunkan tarif bea masuk 19% ke pasar Amerika dari sebelumnya 32%. Terlebih, sinyal kemudahan akses dagang ke Eropa juga terbuka.

Tak hanya penurunan tarif AS, Indonesia dan Uni Eropa berhasil mencapai kesepakatan mitra dagang melalui Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang ditargetkan rampung September 2025.

Ketua Umum API Jemmy Kartiwa mengatakan keberhasilan ini mencerminkan efektivitas diplomasi ekonomi Indonesia yang bersifat strategis dan menjaga kepentingan nasional.

“Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terutama terbantu dengan adanya penurunan tarif ini karena penurunan tarif ini akan memperkuat akses pasar dan meningkatkan competitiveness produk TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat,” ujar Jemmy, dikutip Sabtu (19/7/2025). 

Dia menerangkan bahwa Amerika Serikat adalah mitra dagang strategis untuk ekspor produk TPT selama bertahun-tahun.

Adapun, pangsa pasar ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki buatan Indonesia ke AS masing-masing sebesar 40,6% dan 34,2% pada 2024. Artinya, nyaris setengah dari ekspor TPT dan sepertiga ekspor alas kaki bergantung pada permintaan AS.

Pihaknya berharap agar Pemerintah RI secara aktif memfasilitasi penguatan arus perdagangan bilateral Indonesia – Amerika Serikat secara timbal balik. 

Hal ini mencakup penguatan misi dagang, dukungan logistik, promosi dagang terintegrasi, serta penguatan daya saing melalui insentif fiskal dan non-fiskal.

“Kami berharap tindak lanjut kebijakan ini mendorong kebijakan lanjutan yaitu termasuk harmonisasi regulasi teknis dan fasilitasi perdagangan agar industri padat karya dapat memanfaatkan peluang ekspor secara optimal,” tuturnya. 

Tak hanya itu, Jemmy menekankan pentingnya perlindungan pasar domestik dari membanjirnya produk jadi yang masuk ke Indonesia demi penguatan kapasitas industri manufaktur dalam negeri.

Menurut dia, kebijakan pemerintah juga diperlukan untuk mendorong peningkatan utilisasi industri nasional, memperkuat rantai pasok dalam negeri, serta menciptakan multiplier effect serapan tenaga kerja dan investasi masif di sektor TPT.

Lebih lanjut, pelaku usaha telah bersiap meningkatkan produksi untuk ekspor hingga 60% setelah IEU-CEPA rampung. 

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengungkap Eropa memiliki potensi besar, meskipun tidak langsung dapat menggantikan pangsa pasar Amerika Serikat yang berpotensi berkurang imbas tarif Trump. 

Ketua Umum APSyFI Redma G. Wirawasta mengatakan, pihaknya menargetkan dapat mengekspor tekstil hingga 30% dan seiring waktu untuk penyesuaian certificate of origin (COO) dalam 2 tahun bisa naik di atas 50% setelah IEU-CEPA berlaku.

"Secara keseluruhan bisa naik 60% [ekspor TPT]," kata Redma kepada Bisnis, Selasa (15/7/2025). 

Redma menerangkan bahwa aturan COO sangat penting untuk dipertimbangkan khususnya agar tarif ekspor ke Eropa dikenakan 0%. Syaratnya bahan baku yang digunakan pada produk yang diekspor berasal dari Indonesia atau Uni Eropa itu sendiri. 

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk hulu tekstil (HS 50-54) ke wilayah Eropa Barat mencapai US$24,6 juta pada 2024 dengan volume 8,17 kg, sementara ke Eropa Utara mencapai US$986,080 dengan volume 365,691 kg.

Di sisi lain, ekspor produk serupa ke Eropa Selatan mencapai US$24,6 juta dengan volume 8,4 juta kg pada 2024, sedangkan ekspor ke Eropa Timur mencapai US$6,5 juta dengan volume 5 juta kg pada tahun lalu. 

"Tapi ini sangat bergantung pada bagaimana pemerintah merespon permasalahan terkait integrasi karena aturan COO dan tren industri hijau terkait concern zero carbon emission sesuai Paris Agreement," jelasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro