Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) membongkar praktik pengoplosan beras premium dengan kualitas rendah yang merugikan masyarakat dan petani. Bahkan, sejumlah perusahaan besar juga terindikasi tidak mematuhi standar mutu.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan praktik curang ini dinilai merugikan konsumen sekaligus mencoreng tata niaga pangan nasional.
Berdasarkan hasil investigasi Kementan bersama tim pengawasan pangan di sejumlah wilayah menemukan beras bermerek dijual dengan harga mahal, yang nyatanya merupakan campuran dengan beras medium atau tidak sesuai standar mutu beras premium.
Atas temuan itu, Amran menegaskan tidak akan memberi toleransi terhadap pelaku pengoplosan beras.
“Kami akan menindak tegas praktik seperti ini. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap petani, konsumen, dan juga semangat swasembada pangan,” ujar Amran dalam keterangan tertulis, Senin (14/7/2025).
Terlebih, Amran mengungkap sejumlah perusahaan justru juga terindikasi tidak mematuhi standar mutu yang telah ditetapkan.
Baca Juga
“Sangat kami sayangkan, sejumlah perusahaan besar justru terindikasi tidak mematuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Masyarakat membeli beras premium dengan harapan kualitasnya sesuai standar, tetapi kenyataannya tidak demikian,” tuturnya.
Padahal, Amran menjelaskan, standar mutu beras diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, yakni beras premium berkadar air maksimal 14%, butir kepala minimal 85%, dan butir patah maksimal 14,5%.
Selain itu, peraturan mutu beras juga diperkuat oleh peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu Beras.
Adapun, registrasi produk beras sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 53/Permentan/KR.040/12/2018 tentang Keamanan dan Mutu Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT). Pada Pasal 2 disebutkan, registrasi bertujuan melindungi konsumen serta meningkatkan kepastian usaha dan daya saing pangan segar asal tumbuhan.
Ini artinya, Amran menjelaskan bahwa pelaku usaha yang mengemas PSAT untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada kemasan. Dalam hal ini, label minimal harus memuat nomor pendaftaran, nama produk, berat bersih atau isi bersih, serta nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor PSAT ke Indonesia.
Amran menyatakan registrasi produk beras sangat penting dan wajib diterapkan oleh seluruh pelaku usaha penggilingan serta distribusi. Salah satunya untuk memastikan beras yang beredar memenuhi standar mutu dan uji keamanan, sehingga terhindar dari produk kedaluwarsa, busuk, atau terkontaminasi bahan berbahaya.
Di samping itu, registrasi produk juga menjamin konsumen memperoleh produk sesuai label, mencegah mereka tertipu membeli beras campuran atau kualitas rendah yang dikemas seolah premium.
“Produk beras teregistrasi dapat ditelusuri hingga ke sumber produksi, mendukung sistem pangan yang akuntabel dan siap diaudit,” tambahnya.
Selain itu, data registrasi memudahkan pemerintah memantau pasar dan merumuskan kebijakan pangan yang tepat sasaran. Serta, setiap beras yang diperdagangkan wajib memiliki registrasi dan izin edar. Bahkan, pelanggaran terhadap aturan ini bisa berujung pada sanksi administratif hingga pidana.
“Langkah registrasi merupakan pondasi penting untuk menjaga ketahanan pangan nasional dan melindungi semua pihak dalam rantai pasok beras,” pungkasnya.