Bisnis.com, JAKARTA — Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan sedang memantau secara ketat perkembangan terbaru terkait pengumuman tarif baru dari Amerika Serikat, seraya menegaskan bahwa ketidakpastian terhadap prospek ekonomi global masih tinggi.
"Perkembangan terkait perdagangan terus bergerak dan ketidakpastian masih tinggi," ujar juru bicara IMF dikutip dari Reuters pada Jumat (11/7/2025).
Adapun, lembaga keuangan global tersebut juga menyerukan agar negara-negara bekerja secara konstruktif demi menciptakan iklim perdagangan yang stabil.
"Negara-negara sebaiknya terus bekerja secara konstruktif untuk mendorong stabilitas lingkungan perdagangan dan mengatasi tantangan bersama," lanjutnya.
IMF menyampaikan pembaruan terhadap laporan World Economic Outlook edisi April akan dirilis pada akhir Juli, menjelang tenggat negosiasi dagang baru yang ditetapkan pada 1 Agustus mendatang.
Sebagaimana diketahui, Presiden AS Donald Trump pada Rabu (9/7/2025) mengumumkan pengenaan tarif impor sebesar 50% untuk produk tembaga serta barang-barang asal Brasil yang mulai berlaku 1 Agustus. Selain itu, tarif lebih tinggi juga akan diterapkan terhadap 21 negara lainnya.
Baca Juga
Kekhawatiran terhadap dampak tarif baru AS turut membayangi prospek sektor manufaktur di berbagai kawasan seperti Amerika Serikat, Asia, dan Eropa, menurut sejumlah survei yang dirilis Selasa lalu. Meski begitu, sebagian pelaku usaha masih mampu tumbuh di tengah ketidakpastian tersebut.
Sejumlah analis menilai pelemahan dalam indikator-indikator tersebut mencerminkan tantangan besar yang dihadapi dunia usaha dan pembuat kebijakan dalam merespons langkah Trump yang berupaya merombak tatanan perdagangan global.
Pemerintahan Trump sendiri berdalih bahwa tarif yang telah diberlakukan sejauh ini tidak memicu inflasi. Bahkan, mereka mengklaim bahwa undang-undang pemotongan pajak yang baru disahkan pekan lalu akan mampu mengimbangi dampak negatif jangka pendek dari tarif tambahan tersebut.
Pada April lalu, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk AS, China, dan sebagian besar negara lain, menyusul kebijakan tarif AS yang berada di level tertinggi dalam 100 tahun terakhir. IMF juga memperingatkan bahwa meningkatnya ketegangan perdagangan berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi global lebih lanjut.
Aktivitas ekonomi sempat menunjukkan perbaikan sejak saat itu, sebagian didorong oleh upaya penimbunan barang sebelum tarif diberlakukan. AS dan China pun diketahui menahan diri dari aksi saling balas tarif yang lebih ekstrem. Kondisi ini membuka ruang bagi revisi naik yang bersifat sementara terhadap proyeksi pertumbuhan.
Namun demikian, para ekonom menilai ketidakpastian masih tinggi dan dampak tarif yang lebih besar kemungkinan baru akan terasa pada paruh kedua 2025.