Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan Presiden Donald Trump belum akan langsung memberlakukan tarif impor baru sebesar 10% terhadap negara-negara anggota BRICS, namun siap melakukannya jika negara-negara tersebut mengambil kebijakan yang dinilai "anti-Amerika".
Trump sebelumnya menyatakan bahwa AS akan mengenakan tarif tambahan kepada negara mana pun yang berpihak pada kebijakan yang disebutnya sebagai “anti-Amerika” yang diusung oleh BRICS.
Pernyataan tersebut memicu bantahan keras dari para anggota BRICS, yang menegaskan bahwa mereka tidak bersikap bermusuhan terhadap Washington.
“Garis sudah ditarik. Jika ada keputusan kebijakan yang dinilai anti-Amerika, maka tarif akan diberlakukan,” demikian menurut sumber Gedung Putih yang mengetahui rencana ini, seperti dilansir Reuters, Selasa (8/7/2025).
Menurut sumber yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut, hingga saat ini belum ada perintah eksekutif yang diterbitkan oleh Gedung Putih terkait tarif tambahan tersebut.
Pernyataan Trump itu disampaikan melalui media sosial Truth Social miliknya, saat India, Indonesia, dan negara-negara BRICS lainnya tengah berlomba menyelesaikan perundingan perdagangan dengan Washington menjelang tenggat 9 Juli—tanggal yang sebelumnya dijadwalkan sebagai awal pemberlakuan tarif baru. Penerapannya kini diundur hingga 1 Agustus.
Baca Juga
Menurut sejumlah pakar perdagangan, ancaman tarif ini dimaksudkan untuk mempertahankan tekanan terhadap negara-negara yang ingin menghindari lonjakan tarif yang diumumkan Trump pada April lalu. Sebagian besar anggota BRICS sangat bergantung pada perdagangan dengan AS.
Hanya beberapa jam sebelum pernyataan Trump, para pemimpin BRICS mengeluarkan pernyataan bersama sepanjang 31 halaman yang berisi kecaman terhadap serangan Israel ke Gaza dan Iran, desakan reformasi lembaga global, serta peringatan bahwa tarif sepihak dapat merusak sistem perdagangan dunia.
Kelompok BRICS dibentuk pada 2009 dan terdiri dari Brasil, Rusia, India, dan China, dengan Afrika Selatan bergabung belakangan. Tahun lalu, keanggotaan diperluas dengan masuknya Mesir, Ethiopia, Indonesia, Iran, dan Uni Emirat Arab. Arab Saudi juga telah diterima sebagai anggota, meski saat ini masih berstatus mitra.
Negara mitra lainnya termasuk Bolivia, Nigeria, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Uganda.
Trump diketahui memiliki hubungan erat dengan sejumlah pemimpin negara tersebut, termasuk Arab Saudi dan UEA. Ia juga terus menggembar-gemborkan prospek kesepakatan dagang dengan India. Pemerintahannya bahkan baru saja merampungkan kerangka perjanjian dagang dengan Vietnam dan sedang menjajaki perjanjian serupa dengan Thailand.
Masih belum jelas apakah ancaman tarif ini akan mengganggu jalannya negosiasi dengan India, Indonesia, dan negara-negara BRICS lainnya.
Afrika Selatan, dalam pernyataannya, menolak dikategorikan sebagai negara “anti-Amerika” dan menegaskan bahwa dialog dengan pemerintah AS tetap berjalan dalam suasana konstruktif.
Sementara itu, Indonesia yang tengah berusaha menghindari tarif sebesar 32% dijadwalkan akan menandatangani kesepakatan senilai US$34 miliar dengan mitra AS pekan ini.
RI juga telah menawarkan pemotongan tarif atas sejumlah produk impor dari AS hingga mendekati nol, serta komitmen pembelian gandum AS senilai US$500 juta.