Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Danantara Siap Tanam Modal di AS, Jadi Senjata Indonesia Tekan Tarif Trump

Pemerintah menyiapkan langkah strategis untuk melakukan negosiasi kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump, salah satunya melalui Danantara.
Annasa Rizki Kamalina,Lorenzo Anugrah Mahardhika
Jumat, 4 Juli 2025 | 08:30
Logo Wisma Danantara Indonesia di Jakarta, Minggu (29/6/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Logo Wisma Danantara Indonesia di Jakarta, Minggu (29/6/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan langkah strategis untuk melakukan negosiasi kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Salah satu upaya utama adalah rencana investasi besar-besaran ke Negeri Paman Sam melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), sekaligus meningkatkan impor dari AS guna menekan surplus neraca perdagangan Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Indonesia menyiapkan anggaran hingga US$34 miliar atau sekitar Rp551,1 triliun (mengacu kurs JISDOR 3 Juli 2025 Rp16.209 per dolar AS) untuk menopang strategi ini.

Nilai tersebut mencakup pembelian komoditas dari AS dan investasi, termasuk melalui BUMN serta Danantara yang baru dibentuk pada Februari 2025.

“[Perjanjian tersebut termasuk] terkait dengan rencana investasi, termasuk di dalamnya oleh BUMN dan Danantara,” ujar Airlangga dalam konferensi pers perkembangan negosiasi tarif di kantornya, Kamis (3/7/2025).

Untuk mengamankan kesepakatan, pemerintah akan menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan mitra dagang AS pada 7 Juli 2025. Namun, Airlangga mengakui belum ada jaminan bahwa kesepakatan akhir tarif akan tercapai pada tanggal tersebut. “Belum tentu capai deal [tarif] di tanggal 7 [Juli],” katanya.

Adapun tenggat waktu yang ditetapkan Presiden Trump untuk finalisasi negosiasi tarif adalah 9 Juli 2025, tanpa ada opsi perpanjangan. Indonesia bukan satu-satunya negara yang sedang bernegosiasi. Saat ini, tim Indonesia tengah berada di Washington D.C. bersama India, Jepang, Uni Eropa, Vietnam, dan Malaysia yang juga menghadapi tarif Trump.

Hingga kini, hanya Inggris, China (masih berupa tarif sementara), dan Vietnam yang telah mencapai kesepakatan. Lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia, masih dalam tahap perundingan.

Pemerintah belum membeberkan secara rinci sektor atau lokasi investasi Danantara di AS. Namun, Airlangga memastikan bahwa pembelian energi dari AS akan menjadi komponen utama dengan nilai mencapai US$15,5 miliar atau Rp251,24 triliun. Selain itu, terdapat juga rencana impor komoditas agrikultur sebagai bagian dari strategi untuk menyeimbangkan neraca perdagangan.

"Detailnya sedang kita bahas, tetapi totalnya sebesar itu [US$34 miliar] untuk barang dan investasi," ujar Airlangga.

Sebelumnya, rencana ekspansi investasi Indonesia ke AS juga datang dari sektor swasta. Grup usaha milik pengusaha Sri Prakash Lohia, Indorama Corporation, dikabarkan akan membangun pabrik di Louisiana senilai US$2 miliar.

Bukan hanya dengan AS, Danantara sebelumnya telah menjalin kerja sama dengan beberapa negara, namun untuk investasi di dalam negeri, bukan di luar negeri. 

Teranyar, CEO Danantara Rosan Roeslani menandatangani nota kesepahaman kemitraan strategis senilai US$10 miliar atau sekitar Rp162 triliun dengan perusahaan energi terbesar di Arab Saudi, ACWA Power untuk mendukung pengembangan utilitas energi terbarukan di Indonesia.  

“Kesepakatan ini memperkuat kemitraan strategis kedua negara, mendorong inovasi dan investasi di sektor energi serta mendukung visi net zero emission 2060,” tulis Rosan dalam unggahan di media sosial Instagram miliknya, dikutip pada Kamis (3/7/2025).

Surplus RI dengan AS Justru Meningkat

Di sisi lain, upaya Indonesia menekan surplus neraca perdagangan dengan AS justru dihadapkan pada kenyataan bahwa angka surplus terus meningkat.

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia dengan AS mencatatkan surplus tertinggi dari negara lainnya secara kumulatif, yakni senilai US$7,08 miliar dari total surplus US$15,38 miliar. 

Bahkan, capaian surplus sepanjang Januari sampai Mei 2025 tersebut lebih tinggi dari surplus yang tercatat pada periode yang sama tahun lalu senilai US$5,37 miliar. 

Sementara pada periode yang sama, surplus khusus neraca perdagangan nonmigas bahkan mencapai US$8,28 miliar. 

Utamanya, surplus disumbangkan oleh komoditas Mesin dan Perlengkapan Elektrik serta Bagiannya (HS 85) senilai US$1,65 miliar (Januari—Mei 2025), diikuti komoditas Alas Kaki (HS 64) senilai US$1,06 miliar serta Pakaian dan Aksesorinya (rajutan) (HS 61) senilai US$1,02 miliar. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper