Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut, industri sawit Indonesia pada masa depan penuh tantangan. Kendati begitu, pemerintah telah menyiapkan sederet strategi guna menggenjot produksi kelapa sawit Tanah Air.
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan Kementan Haris Darmawan menyampaikan, produktivitas kelapa sawit Indonesia saat ini masih rendah, dengan rata-rata sekitar 3,8 ton per hektare per tahun.
“Padahal kita punya potensi bisa mencapai 5-6 ton per hektare per tahun,” kata Haris dalam agenda Bisnis Indonesia Forum di kantor Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).
Menjawab tantangan tersebut, Haris menyebut bahwa pemerintah telah memiliki Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang fokus pada kebun petani rakyat yang tidak produktif, dengan target replanting sekitar 120.000 hektare per tahun.
Selain itu, pemerintah melakukan intensifikasi dan menerapkan good agriculture practices (GAP). Dalam hal ini, kata Haris, pemerintah mendorong para petani untuk menggunakan benih unggul.
“Jadi penggunaan benih unggul mutlak dilakukan,” ujarnya.
Baca Juga
Pihaknya juga mendorong pemupukan berimbang, serta digitalisasi pertanian dan pemantauan produktivitas melalui teknologi citra satelit.
Upaya selanjutnya yakni perluasan lahan secara legal dan berkelanjutan, dengan membatasi ekspansi lahan baru dan mendorong peningkatan produktivitas di lahan eksisting untuk mengurangi deforestasi.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) menyebut, produksi dan produktivitas minyak sawit Indonesia relatif stagnan dan cenderung turun selama lima tahun terakhir.
Merujuk data Gapki, produksi minyak sawit (CPO dan PKO) sampai dengan Februari 2025 mencapai 8,26 juta ton atau turun dibanding periode yang sama tahun lalu sebanyak 8,89 juta ton.
Executive Director Gapki Mukhti Sardjono menyampaikan, menurunnya produksi minyak sawit di Indonesia dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Diantaranya, tidak ada perluasan areal tanam baru, produktivitas yang stagnan, hingga program peremajaan pemerintah yang tidak berjalan bagus.
Selain itu, biaya produksi yang terus meningkat turut menjadi salah satu pemicu menurunnya produksi minyak sawit dalam beberapa tahun terakhir.
“Produktivitas yang bisa jadi 4 ton, sekarang turun 3,5 ton. Inilah yang kita hadapi sekarang ini,” ujar Mukhti.
Menurutnya, perlu ada upaya dalam meningkatan produktivitas dan penguatan huluisasi. Diantaranya, dengan memastikan program PSR dapat berjalan sesuai dengan target, peremajaan sawit PB dengan klon-klon unggul dan tahan ganoderma, serta implementasi GAP dan GMP (Good Manufacturing Practices).