Bisnis.com, JAKARTA — Pihak Istana Kepresidenan menanggapi proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyebut potensi kenaikan tingkat pengangguran Indonesia ke level 5%.
Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan bahwa pemerintah terus menjadikan berbagai analisis internasional sebagai masukan penting dalam merumuskan kebijakan.
Namun demikian, dia menekankan bahwa data dalam negeri, khususnya dari Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan tren positif sejauh ini.
“Kalau menurut data dari BPS terbaru, angka pengangguran terbuka justru turun. Bulan ini, sampai bulan ini justru angka pengangguran terbuka itu turun dari 4,8% ke 4,7%,” katanya di Kantor Komunikasi Kepresidenan, Selasa (3/6/2025).
Menurut data BPS, angka pengangguran terbuka turun dari 4,82% menjadi 4,76%. Sementara itu, jumlah pekerja penuh waktu meningkat dari 65,6% menjadi 66,2%, menunjukkan bahwa makin banyak warga bekerja dengan jam kerja penuh. Termasuk, kata Hasan, masyarakat setengah menganggur juga turun, dari 8,5% menjadi 8%.
“Ini penting, karena kita bicara data biar dapat gambaran yang lebih utuh,” ujar Hasan.
Baca Juga
Dia mengakui bahwa tetap terjadi penambahan dalam angka pengangguran absolut, yaitu sekitar 83.000 orang. Namun menurutnya, ini bukan hanya disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja (PHK), melainkan juga karena bertambahnya jumlah angkatan kerja baru, seperti lulusan sekolah yang belum mendapatkan pekerjaan.
“Jadi memang ada PHK, tapi penciptaan lapangan kerja baru juga terjadi dan jumlahnya lebih banyak,” tegasnya.
Sebelumnya, IMF memproyeksikan tingkat pengangguran Indonesia akan naik pada 2025. Hal itu tercantum dalam laporan World Economic Outlook (WEF) edisi April 2025.
Tingkat pengangguran di Indonesia diperkirakan naik bertahap,dari 4,9% pada 2024, menjadi 5% pada 2025, lalu menjadi 5,1% pada 2026. Tingkat pengangguran Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di Asia.
Dalam laporan yang sama, IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi hanya 4,7% pada 2025 dan 2026. Angkanya lebih kecil dari proyeksi sebelumnya yakni 5,1%.
Stimulus untuk Cegah Kenaikan Tingkat Pengangguran
Hasan menambahkan bahwa pemerintah telah mengumumkan lima stimulus ekonomi baru senilai Rp24,4 triliun sebagai salah satu bentuk antisipasi dan dukungan terhadap perekonomian nasional.
Stimulus ini mencakup diskon transportasi, subsidi upah, bantuan sembako, dan bantuan beras yang ditargetkan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi domestik.
Dia juga menekankan pentingnya melihat perkembangan ekonomi Indonesia dalam konteks global. Menurutnya, konflik internasional, perang tarif, dan gangguan rantai pasok global turut memberikan tekanan pada ekonomi Indonesia.
“Kita masih tumbuh hampir 5%. Sementara negara-negara lain mungkin hanya 1%—2% atau bahkan masih minus. Jadi kita punya amunisi lebih dari cukup untuk tetap optimis,” ujarnya.
Meski mengakui belum saatnya berpuas diri, Hasan menyatakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia masih memberikan cukup alasan untuk tetap optimis.
“Belum bisa puas kita tentu, tapi kita punya amunisi yang lebih dari cukup untuk tetap optimistis sebagai sebuah bangsa. Kira-kira kayak gitu,” pungkas Hasan.