Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pupuk Indonesia Respons Audit BPK soal Pemborosan Subsidi Rp2,92 Triliun

PT Pupuk Indonesia menanggapi hasil audit BPK yang menyebut terdapat indikasi pemborosan belanja subsidi pupuk Rp2,92 triliun.
Petani padi melakukan pemupukan di lahan sawahnya dengan pupuk urea bersubsidi - Istimewa.
Petani padi melakukan pemupukan di lahan sawahnya dengan pupuk urea bersubsidi - Istimewa.

Bisnis.com, JAKARTA — PT Pupuk Indonesia menanggapi hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang menyebut terdapat indikasi pemborosan belanja subsidi pupuk selama periode 2020 hingga 2022 senilai Rp2,92 triliun.

VP Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia (Persero), Cindy Sistyarani mengatakan pihaknya menghargai temuan BPK tersebut dan berkomitmen akan menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan. 

“Temuan BPK terkait inefisiensi juga membuka sudut pandang bahwa inefisiensi tersebut disebabkan oleh usia pabrik-pabrik yang sudah tua,” kata Cindy, Mingg (1/6/2025). 

Dalam hal ini, menurut Cindy, temuan BPK tersebut juga menunjukkan pentingnya revitalisasi pabrik lama dan pembangunan pabrik baru yang untuk mendukung efisiensi produksi. 

Kendati demikian, Pupuk Indonesia menilai ruang untuk berinvestasi di sektor ini sangat terbatas, terlebih dalam hal revitalisasi pabrik lama.  

“Sehingga dibutuhkan kebijakan, skema-skema baru, yang dapat mendorong efisiensi dan mendukung keberlanjutan industri pupuk nasional,” terangnya. 

Dalam catatan Bisnis,temuan itu termaktub dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024. Temuan pemborosan tersebut terdapat dalam pemeriksaan terhadap pendapatan, biaya, dan investasi badan usaha milik negara (BUMN), dan badan lainnya.

BPK menyoroti pengalokasian pupuk urea bersubsidi yang dilakukan oleh PT Pupuk Indonesia. Dari pemborosan belanja subsidi pupuk pemerintah sebesar Rp2,92 triliun, sebanyak Rp2,83 triliun karena pengalokasian urea oleh PT Pupuk Indonesia.

"Sebesar Rp2,83 triliun karena pengalokasian pupuk urea bersubsidi oleh PT Pupuk Indonesia belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas produksi operasional masing-masing anak perusahaan produsen pupuk," demikian tulis BPK.

Menurut BPK, kebijakan alokasi produksi pupuk bersubsidi masih menitikberatkan pada produsen dengan biaya produksi paling tinggi, sedangkan produsen dengan biaya produksi paling rendah lebih diprioritaskan untuk produksi pupuk nonsubsidi.

Selain itu, hasil perbandingan antara alokasi pada kontrak dengan rata-rata tertimbang kapasitas operasional menunjukkan bahwa pembagian alokasi produksi pupuk subsidi belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas produksi masing masing produsen pupuk.

BPK pun merekomendasikan kepada dewan komisaris PT Pupuk Indonesia agar memberikan peringatan dan arahan kepada direktur utama dan direktur pemasaran perusahaan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper