Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 yang mengatur tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
Salah satu pertimbangan meluncurnya Perpres 6/2025 adalah dalam rangka peningkatan produksi pertanian dan perikanan, sehingga diperlukan tata kelola yang baik dalam pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi.
Dalam beleid anyar yang diteken pada 30 Januari 2025 itu menjelaskan bahwa definisi dari pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani dan pembudi daya ikan yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah di sektor pertanian dan perikanan.
Melalui Perpres 6/2025, Presiden Prabowo menyampaikan bahwa tata kelola pupuk bersubsidi merupakan perencanaan, pengadaan, penyaluran, pembayaran, pengawasan, evaluasi, dan pelaporan pupuk bersubsidi.
“Tata kelola pupuk bersubsidi bertujuan untuk mengoptimalkan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dalam rangka mencapai ketahanan pangan,” demikian bunyi Pasal 2 Perpres 6/2025.
Adapun, sasaran tata kelola pupuk bersubsidi untuk memastikan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi yang tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, tepat mutu, serta tepat penerima.
Baca Juga
Nantinya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) akan melakukan sinkronisasi dan koordinasi serta pelaksanaan atas tata kelola pupuk bersubsidi.
Disebutkan pula jenis pupuk bersubsidi ini meliputi pupuk urea, pupuk NPK, pupuk organik, pupuk SP 36, dan pupuk ZA. Namun, perubahan terhadap jenis pupuk bersubsidi ini ditetapkan oleh menteri berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat menteri yang dipimpin oleh Menko.
Selanjutnya, dalam hal penetapan pupuk bersubsidi, paling sedikit meliputi sasaran penerima, jenis komoditas peruntukan, jenis pupuk, jumlah dan mutu pupuk, harga pokok penjualan, harga eceran tertinggi, dan ketersediaan stok.
Impor Pupuk
Pasal 11 dalam Perpres tersebut juga mengatur pengadaan pupuk subsidi. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam negeri, Presiden Prabowo mengizinkan dilakukan pengadaan dari luar negeri atau impor pupuk.
"Pengadaan Pupuk Bersubsidi dari luar negeri dilakukan dalam hal BUMN Pupuk tidak dapat kebutuhan Pupuk Bersubsidi," demikian bunyi beleid tersebut.
Adapun, pengadaan pupuk ditetapkan berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat menteri yang dipimpin oleh Menteri Koordinator atas usulan Menteri.
Melalui beleid itu, Presiden Prabowo juga menyampaikan bahwa penetapan pupuk bersubsidi dilakukan oleh menteri berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat menteri yang dipimpin oleh Menko.
Kemudian, penetapan alokasi pupuk bersubsidi untuk sasaran penerima pembudi daya ikan dilakukan oleh menteri berdasarkan usulan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan. Dalam hal ini adalah Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono.
Dijelaskan, pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani yang tergabung dalam kelompok tani (Gapoktan) serta pembudidaya ikan yang tergabung dalam Kelompok Pembudi Daya lkan (Pokdakan).
Sementara itu, pengadaan dan penyalurannya akan dilakukan berdasarkan penugasan menteri kepada BUMN Pupuk.
“BUMN Pupuk dalam melaksanakan pengadaan dan penyaluran wajib menjamin ketersediaan stok pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian dan perikanan secara nasional berdasarkan alokasi yang ditetapkan oleh menteri,” demikian bunyi Pasal 9.
Lebih lanjut, BUMN Pupuk akan bertanggung jawab penuh terhadap penyaluran pupuk bersubsidi hingga ke titik serah. Penerima pada titik serah ini terdiri dari Gapoktan, Pokdakan, pengecer, dan/atau koperasi yang bergerak atau bidang usahanya di bidang penyaluran pupuk.
Kemudian, ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi akan diatur dalam Peraturan Menteri (Permen).
Pada saat Perpres ini mulai berlaku, Gapoktan, Pokdakan, dan pengecer belum memenuhi persyaratan titik serah, pelaksanaan Penyaluran Pupuk Bersubsidi dapat dilakukan melalui distributor dan kios pengecer sampai dengan paling lama 6 bulan sejak Perpres ini berlaku.