Bisnis.com, JAKARTA – Hampir lima bulan sudah atau sejak Januari 2025 Kementerian Keuangan vakum mempublikasikan Buku APBN Kita yang menyajikan penjelasan terkait realisasi anggaran dan posisi terkini utang pemerintah.
Sempat terbit Buku APBN Kita edisi Februari 2025 yang menjelaskan realisasi Januari, namun buku tersebut hilang dari laman resmi Kementerian Keuangan.
Dalam buku tersebut tercantum bahwa per Januari 2025, outstanding utang pemerintah mencapai Rp8.909,13 triliun atau 39,6% dari produk domestik bruto (PDB). Rasio tersebut masih di bawah batas aman 60% sesuai ketentuan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Bisnis telah beberapa kali meminta Buku APBN Kita terbaru maupun menanyakan posisi utang pemerintah, namun otoritas fiskal enggan menanggapinya.
Melihat secara struktur, utang pemerintah sendiri terdiri Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan valuta asing (valas), serta pinjaman dalam negeri dan luar negeri.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mencatat outstanding SBN baik domestik dan valas–tanpa SBN yang tidak dapat diperjualbelikan–totalnya senilai Rp7.804,19 triliun pada akhir Maret 2025.
Baca Juga
Sementara bila mengikutsertakan SBN yang tidak dapat diperjualbelikan (non-tradeable securities), outstanding SBN senilai Rp7.970,6 triliun.
Dari pinjaman luar negeri yang mengacu Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI), milik pemerintah tercatat senilai US$65,64 miliar atau setara Rp1.087,36 triliun (kurs JISDOR akhir Maret 2025 senilai Rp16.566 per dolar AS).
Adapun, data pinjaman dalam negeri yang berasal dari perbankan—seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI)dan PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI)—belum diketahui per akhir Maret.
Bisnis menghitung bila obligasi pemerintah, tanpa SBN yang tidak dapat diperjualbelikan dan tanpa pinjaman dalam negeri, ditambah dengan pinjaman luar negeri menghasilkan total utang pemerintah senilai Rp8.891,55 triliun.
Lain halnya bila menggunakan obligasi pemerintah termasuk SBN non-tradeable, tanpa pinjaman dalam negeri, ditambah dengan pinjaman luar negeri menghasilkan total outstanding utang pemerintah senilai Rp9.057,96 triliun.
Angka tersebut lebih tinggi Rp148,83 triliun dari posisi utang pemerintah di akhir Januari 2025.
Meski demikian, data pasti posisi outstanding utang pemerintah belum dipublikasikan oleh Ditjen PPR Kemenkeu.
Pentingnya Transparansi Data
Padahal, publikasi data penerimaan, belanja, pembiayaan yang terangkum dalam APBN Kita menjadi penting bagi investor maupun publik.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual menilai pemerintah perlu memberikan kejelasan terkait data tersebut dalam rangka transparansi.
“Mungkn perlu dijelaskan saja apa ada kendala teknis, sehingga tidak muncul asumsi-asumsi liar,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (16/5/2025).
Tanpa transparansi tersebut, David melihat investor masih percaya diri untuk masuk ke pasar keuangan Tanah Air terutama SBN usai penundaan tarif resiprokal selama 90 hari dari Amerika Serikat (AS).
Sebelumnya, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menuturkan publikasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) berguna untuk memantau postur fiskal secara berkala.
“Ini cukup penting, apakah di bawah target, di atas target, ini menjadi acuan kita untuk melihat kondisi fiskal dan perekonomian terkini,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (7/3/2025).
Dengan tidak adanya publikasi dalam dua bulan terakhir, Riefky berpandangan bahwa hal tersebut justru menurunkan aspek transparansi yang ada.
Posisi Outstanding Utang Pemerintah (Rp, triliun)
Januari* | Maret** | |
---|---|---|
SBN | 7.817,23 | 7.970,60 |
Domestik | 6.280,12 | 6.401,47 |
Valas | 1.537,11 | 1.569,12 |
Pinjaman | 1.091,90 | 1.087,36 |
Dalam Negeri | 64,18 | |
Luar Negeri | 1.027,72 | 1.087,36 |
Total | 8.909,13 | 9.057,96 |
*APBN Kita edisi Februari 2025
** SULNI Mei 2025, Ditjen PPR Kemenkeu (data degan SBN non-tradeable)