Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan pertumbuhan sektor ritel stagnan atau kurang dari 3% per tahun. Hal ini dinilai sebagai gejala dari pelemahan daya beli yang persisten sejak tahun lalu.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyampaikan, isu struktural ini dipicu oleh perlambatan pertumbuhan produktivitas dan kualitas pekerjaan, yang menentukan tingkat penerimaan dan daya beli masyarakat.
“Selama isu-isu fundamental terhadap produktivitas dan penciptaan lapangan kerja ini tidak dibenahi, kami rasa akan sangat sulit bagi Indonesia untuk mengubah tren kinerja pertumbuhan sektor retail,” kata Shinta kepada Bisnis, Rabu (14/5/2025).
Meski stimulus konsumsi kemungkinan dapat membantu menahan laju pelemahan daya beli, Shinta menilai bahwa hal ini tidak dapat menciptakan pertumbuhan kinerja sektor retail secara berkelanjutan.
Mengenai dampaknya terhadap pertumbuhan/prospek sektor ritel, Shinta menuturkan bahwa sektor ini sangat tergantung pada pertumbuhan daya beli atau jumlah masyarakat kelas menengah.
“Karena pertumbuhan kelas menengah di Indonesia menyusut sejak pandemi, ya tentu kita tidak bisa berharap banyak bahwa pertumbuhan kinerja sektor retail bisa fenomenal/tinggi,” ujarnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Shinta menyebut bahwa kontraksi kinerja sektor ritel yang terjadi saat ini tidak hanya menyentuh sektor ritel yang memiliki target pasar kelas menengah bawah, tetapi juga kelas menengah atas.
Jika tidak ada pembenahan struktural terhadap daya beli kelas menengah, Shinta pesimistis kinerja pertumbuhan sektor ritel dapat meningkat tajam.
“Best case scenario adalah stagnasi pertumbuhan, di mana pertumbuhan sektor ritel kurang dari 3% per tahun,” ungkapnya.
Menurutnya, tingkat pertumbuhan ini akan menambah beban dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Mengingat, kata dia, sektor retail memiliki andil besar dalam kinerja sektor perdagangan yang merupakan penyumbang pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) terbesar ke-2 setelah sektor manufaktur.