Bisnis.com, JAKARTA — Laporan Kearney bertajuk 'The 2025 Kearney FDI Confidence Index: World at inflection' menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang mendapatkan sentimen positif dari investor global.
Dalam riset yang menggambarkan persepsi investor terhadap arus penanaman modal asing (PMA atau foreign direct investment/FDI) dalam tiga tahun ke depan itu, Indonesia tercatat berada di peringkat ke-12 pada klasemen khusus negara berkembang, masih sama dengan capaian tahun sebelumnya.
Lantas, dibandingkan para jiran sesama negara Asia Tenggara (Asean), Tanah Air ternyata hanya kalah oleh Thailand di peringkat ke-10 dan Malaysia di peringkat ke-11. Sementara itu, Filipina berada di peringkat ke-16 dan Vietnam hanya mampu menempati peringkat ke-19.
Presiden Direktur Kearney Indonesia Shirley Santoso menjelaskan bahwa keberhasilan Thailand, Malaysia, dan Indonesia menempati posisi 15 besar ditopang persepsi akan kualitas sumber daya manusia (SDM) negara terkait.
"Para investor menyebut kualitas dan keterampilan tenaga kerja sebagai alasan utama berinvestasi. Tepatnya di Indonesia sebesar 32% [dari total responden], Thailand 34%, dan Malaysia 30%," jelasnya dalam keterangan resmi pada laporan tersebut, Kamis (8/5/2025).
Selain faktor SDM, sebanyak 28% investor menyebut Indonesia juga menonjol berkat kekayaan sumber daya alamnya. Terutama, sebagai produsen nikel terbesar di dunia dan penghasil utama tembaga, emas, bauksit, serta industri logam.
Baca Juga
Indonesia hadir sebagai destinasi utama untuk proyek greenfield (pengembangan kawasan dari nol), salah satunya ditandai oleh investasi senilai US$11 miliar dari Xinyi Group, produsen kaca dan produk tenaga surya asal China.
"Indonesia menawarkan peluang investasi yang sangat menarik, didorong oleh populasi muda, kelas menengah yang terus berkembang, serta lokasi yang strategis," tambah Shirley.
Menurutnya, upaya berkelanjutan Indonesia untuk membuka ekonominya terhadap PMA telah berperan penting dalam mempertahankan posisinya pada urutan ke-12 pada 2023, dan kembali mempertahankannya di peringkat tersebut pada 2024.
Sebaliknya, beberapa negara jiran Indonesia tampak mengalami penurunan peringkat. Misalnya, Thailand dan Malaysia turun satu peringkat dari tahun lalu karena perkembangan pesat Afrika Selatan yang berhasil merangsek dari posisi ke-11 menjadi posisi ke-7.
Alhasil, sejumlah reformasi yang membuat Indonesia semakin ramah investor patut menjadi catatan positif. Mulai dari deregulasi, penegakan hukum yang lebih kuat, peningkatan kepastian berusaha, hingga insentif pajak yang beragam.
Terlebih, riset yang digelar pada Januari 2025 dengan melibatkan 536 responden eksekutif perusahaan multinasional ini mencatat bahwa efisiensi proses legal dan regulasi sebagai indikator paling penting dalam keputusan investasi, tepatnya dipilih 16% dari total responden.
Performa ekonomi domestik juga tampak menjadi prioritas para responden (16%). Menyusul kemudian, ada kemampuan inovasi & teknologi (15%), kemudahan arus kapital keluar-masuk (14%), perpajakan yang jelas dan mudah (13%), kualitas infrastruktur (13%), serta loyalitas pemerintah memberikan insentif buat investor (13%).
Selain itu, investor juga mencermati kelihaian partisipasi pemerintah negara tersebut dalam berbagai perjanjian bilateral, keberagaman rantai pasok, beban biaya karyawan, serta potensi pangsa pasar domestik, sebagai indikator yang dipilih di atas 10% dari total responden.
Namun, patut dicatat bahwa optimisme investor terhadap Thailand masih jauh lebih tinggi dari Indonesia, menjadikannya negara berkembang di Asean dengan peringkat tertatas, alias paling dekat dengan Singapura yang notabene telah masuk klasemen khusus negara maju.
"Meskipun tantangan global dan kompleksitas regulasi masih menjadi perhatian investor, komitmen pemerintah Indonesia terhadap pengembangan infrastruktur dan reformasi regulasi telah menciptakan lingkungan investasi yang semakin menarik dan kompetitif," tutupnya.