Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen Mebel Waswas Aturan TKDN Baru Buat Kinerja Industri Ambruk

Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) menilai Perpres TKDN terbaru dapat berdampak negatif terhadap kinerja industri dalam negeri.
Pegawai merapikan mebel di salah satu gerai di Jakarta, Senin (4/3/2024). /Bisnis-Himawan L Nugraha
Pegawai merapikan mebel di salah satu gerai di Jakarta, Senin (4/3/2024). /Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) mendesak pemerintah untuk meninjau ulang perubahan ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk pengadaan barang/jasa pemerintah. 

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam beleid baru ini, pemerintah wajib belanja produk dalam negeri dengan minimal TKDN 25%. 

Ketua Umum Himki Abdul Sobur mengatakan, pihaknya melihat kebijakan tersebut sebagai langkah mundur dalam upaya keberpihakan terhadap industri nasional. Apalagi, kandungan lokal produk mebel dan kerajinan nasional mencapai 85%—90% dari kayu, rotan, bambu, dan serat. 

“Dengan turunnya ambang batas menjadi 25%, kami khawatir efek pengganda [multiplier effect] terhadap penggunaan produk dalam negeri akan berkurang signifikan,” kata Sobur kepada Bisnis, Rabu (7/5/2025). 

Padahal, lanjut Sobur, pada aturan sebelumnya pemerintah diwajibkan belanja barang/jasa dengan TKDN minimal 40%. Angka tersebut dinilai menjadi stimulus penting bagi tumbuhnya industri lokal, termasuk sektor mebel dan kerajinan. 

Untuk itu, pelaku usaha mebel dan kerajinan mendorong agar kebijakan ini segera ditinjau ulang dan standar minimal TKDN dikembalikan ke angka 40% atau bahkan ditingkatkan secara bertahap sesuai roadmap substitusi impor nasional. 

“Suatu saat bisa menjadi optimum bahkan bisa 90% utamanya untuk jenis industri yang bahan bakunya tidak bergantung impor,” tegasnya. 

Di samping itu, Sobur menerangkan, mestinya pemerintah memperkuat verifikasi TKDN dan memperluas pembinaan kepada industri lokal agar mampu memenuhi spesifikasi teknis yang dibutuhkan, bukan menurunkan standar sebagai kompromi. 

“Ini pasti masalah untuk pertumbuhan industri nasional. Secara spesifik penurunan [ambang batas] TKDN berisiko atas penurunan kinerja industri dalam negeri,” terangnya. 

Dia pun menerangkan terdapat beberapa dampak negatif yang dikhawatirkan pelaku usaha. Pertama, peningkatan ketergantungan pada produk impor, terutama dari negara-negara dengan kapasitas produksi massal dan harga dumping.

Kedua, menurunnya daya saing industri lokal karena insentif pasar domestik tidak lagi memadai untuk investasi dan peningkatan kualitas produksi. Ketiga, peluang kerja yang berkurang di sektor padat karya seperti mebel dan kerajinan, yang selama ini menyerap jutaan tenaga kerja, terutama di daerah.

Keempat, terganggunya ekosistem industri hulu-hilir karena menurunnya permintaan bahan baku lokal akibat menurunnya belanja pemerintah terhadap produk dalam negeri.

Lebih lanjut, Himki menilai bahwa dalam konteks pengadaan pemerintah dan BUMN, semestinya diberlakukan sistem affirmative procurement yang memberikan prioritas kepada UMKM dan sektor-sektor padat karya seperti mebel dan kerajinan.

“HIMKI siap berdialog lebih lanjut secara holistik dengan kementerian terkait dan BUMN untuk mencari titik temu terbaik antara efisiensi pengadaan dan keberlanjutan industri nasional,” pungkasnya. 

Adapun, Presiden Prabowo Subianto baru saja mengesahkan perubahan aturan TKDN untuk pengadaan barang/jasa pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 46 Tahun 2025. 

Beleid baru tersebut mengatur kewajiban pemerintah maupun badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD) untuk memprioritaskan pembelian barang/jasa dengan produk dalam negeri (PDN), ketimbang produk impor. 

Adapun, aturan lebih detail tercantum dalam pasal 66 dalam beleid tersebut. Pada ayat pertama ditegaskan bahwa kementerian/lembaga/perangkat daerah/institusi lainnya wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.

Pada ayat kedua, terdapat penjelasan lebih lanjut terkait prioritas penggunaan produk lokal oleh pemerintah sesuai dengan nilai TKDN. Prioritas pertama penggunaan produk dalam negeri dengan TKDN minimal 25%. Aturan tersebut berlaku jika produk lokal yang ada memiliki penjumlahan nilai TKDN ditambah nilai bobot manfaat perusahaan (BMP) minimal 40%.

Prioritas kedua, apabila produk dalam negeri yang dibutuhkan memiliki penjumlahan nilai TKDN di bawah 40% dan volumenya tidak mencukupi kebutuhan, maka pemerintah dapat membeli produk dengan nilai TKDN paling sedikit 25%. 

Poin ketiga, jika produk dalam negeri yang dibutuhkan pemerintah tidak tersedia atau secara volume tidak mencukupi, maka menggunakan produk dalam negeri yang memiliki nilai TKDN kurang dari 25%.

“Dalam hal produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan produk dalam negeri yang telah tercantum dalam sistem informasi industri nasional,” bunyi beleid pada pasal 66 ayat (2) poin keempat. 

Kebijakan ini menyoroti nilai TKDN minimal 25% dalam pembelanjaan pemerintah apabila produk dalam negeri tidak mencukupi atau belum diproduksi dalam negeri. 

Pada regulasi TKDN sebelumnya yang tertuang dalam Perpres No. 16 Tahun 2018, pemerintah dapat langsung membeli produk impor jika produk dalam negeri yang penjumlahan skor TKDN dan BMP belum mampu di atas 40%.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper