Bisnis.com, JAKARTA — PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) menyebutkan sederet calon mitra baru asal China yang tengah dijajaki dan telah mengutarakan minat untuk menjadi pengganti Air Products & Chemical Inc., dalam proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
Semula, Air Products & Chemical Inc,. merupakan perusahaan asal Amerika Serikat yang merupakan mitra penyedia teknologi dalam proyek tersebut memutuskan untuk hengkang pada Februari 2023 lalu. Sejak saat itu, pemerintah terus berupaya menjajaki investor potensial, termasuk dari China.
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail mengatakan proyek hilirisasi batu bara menjadi DME ini strategis dan penting untuk mendukung ketahanan energi, khususnya dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG.
Adapun, calon mitra yang telah dijajaki yaitu CNCEC, CCESCC, Huayi, Wanhua, Baotailong, Shuangyashan, dan ECEC. Dalam hal ini, hanya ECEC yang berminat sebagai mitra investor.
"Dari seluruh calon mitra tersebut baru ECEC gitu ya, yang menyatakan minat menjadi mitra investor meskipun belum dari dalam skema investasi penuh atau full investment," kata Arsal dalam RDP Komisi XII, Senin (5/5/2025).
Merujuk pada paparan PTBA dalam rapat tersebut. ECEC telah menyampaikan preliminary proposal Coal to DME pada November 2024. Processing Service Fee (PSF) indikatif yang diusulkan yakni senilai US$412-US$488 per ton atau lebih besar dari ekspektasi ESDM tahun 2021 senilai US$310 per ton.
Baca Juga
Di samping penjajakan yang masih berlanjut, pihaknya masih terus mempersiapkan proyek DME ini secara paralel. Hingga saat ini, PTBA telah berhasil melakukan pembebasan lahan seluas 198 hektare atau sekitar 97% dari total kebutuhan lahan sebear 203 hektare.
"Itu merupakan komitmen dari kesiapan kami dalam menjalankan proyek ini. Nah kami juga terus menjalin tentunya koordinasi intensif dengan berbagai pemangku kepentinganseperti Satgas Hilirisasi, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Perindustrian, dan lembaga terkait lainnya untuk memproyek arahan dan dukungan kebijakan yang kami butuhkan," tuturnya.
Lebih lanjut, PTBA juga melakukan pembaruan data dan pengumpulan referensi pembiayaan, termasuk proposal estimasi biaya dari calon mitra. Kendati demikian, masih terdapat sejumlah tantangan dari sisi keekonomian.
Menurut perhitungan, harga DME yang dapat dihasilkan yakni senilai US$911-US$987 per ton atau lebih besar dari harga patokan DME yang diusulkan oleh Kementerian ESDM pada 2021 yakni sebesar US$617 per ton yang merupakan harga pasar, namun belum termasuk subsidi.
Dengan demikian, masih terdapat gap atau selisih yang kurang lebih mencapai US$300 per ton DME yang berpotensi memperbesar nilai subsidi dari pemerintah.
"Dan analisa perhitungan kami masih lebih tinggi dari harga LPG impor. Yang kedua terdapat sejumlah tantangan teknis yang disampaikan oleh Pertamina [offtaker proyek DME] dalam Forum Satgas Hilirisasi yang kami lakukan rapat pada tanggal 19 Maret 2025," terangnya.
Adapun, tantangan dari Pertamina yakni terkait dengan kebutuhan konversi infrastruktur seperti jalur distribusi dan perangkat kompor rumah tangga yang kompatibel dengan DME.
"Jadi jaraknya itu kurang lebih 172 kilometer serta perlunya kesiapan jaringan niaga dan distribusi ban bakar alternatif ini secara luas," imbuhnya.
Pihaknya berharap seluruh tantangan tersebut dapat diselesaikan melalui kajian yang komprensif, objektif dan melibatkan semua pihak secara menyeluruh.
"Kami PTBA tentunya terbuka terhadap evaluasi dan arahan lanjutan agar proyek ini dapat dikembangkan secara terukur, akuntabel dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa dan negara," jelansya.
Sebagai informasi, proyek DME dirancang untuk memanfaatkan sekitar 6 juta batu bara per tahun dengan target produksi sekitar 1,4 juta ton DME per tahun.
Produk DME yang dihasilkan nantinya diharapkan dapat menjadi alternatif energi bersih yang kompetitif dan dapat digunakan sebagai substitusi LPG bagi kebutuhan rumah, tangga, dan industri.