Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah pelaku industri yang terdampak mengaku belum diminta pendapatnya oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terkait wacana pengenaan cukai untuk sepeda motor dan batu bara.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengaku baru mengetahui adanya wacana pengenaan cukai untuk batu bara dan sepeda motor. Dia pun mengungkapkan IMA akan mengkaji lebih lanjut rencana pemerintah tersebut.
"Tapi sejauh ini kami belum pernah diminta pendapat oleh DJBC," ujar Hendra kepada Bisnis, Senin (28/4/2025).
Lebih lanjut, dia pun menggarisbawahi bahwa batu bara sudah kena royalti. Hendra pun bingung apabila batu bara dikenakan cukai lagi.
Senada, Plt. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani menyampaikan baru tahu dengan wacana pengenaan cukai untuk sepeda motor dan batu bara tersebut. Dia mengaku akan mencari tahu info lebih lanjut.
"Nanti coba saya kaji dengan anggota," jelas Gita kepada Bisnis, Senin (28/4/2025).
Sebagai informasi, wacana penerapan cukai untuk sepeda motor dan batu bara terungkap dalam Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan 2024. Dalam dokumen tersebut, Bea Cukai memaparkan evaluasi internalnya terhadap implementasi Rencana Strategis (Renstra) DJBC periode 2020-2024.
Salah satu Renstra tersebut adalah “Penerimaan Negara yang Optimal”. Disebutkan, salah satu upaya untuk mewujudkan penerimaan negara yang optimal adalah dengan melakukan "kajian ekstensifikasi cukai berupa sepeda motor dan batu bara."
Kendati demikian, tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait isi hingga kesimpulan dari kajian tersebut. Bisnis sudah coba menghubungi Bea Cukai, namun belum ada penjelasan lebih lanjut hingga berita ini tayang.
Sementara itu, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai jika pemerintah memang ingin menerapkan cukai untuk produk sepeda motor dan batu bara maka perlu kajian mendalam terlebih dahulu.
Hanya saja secara legalitas, sambungnya, sepeda motor maupun batu bara bisa menjadi objek cukai seusai Pasal 2 ayat (1) UU No. 39/2007 tentang Cukai. Dalam beleid tersebut, dijelaskan barang yang bisa dikenai cukai adalah barang yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat-lingkungan, dan demi melindungi keadilan-keseimbangan.
Fahry menjelaskan, secara teori pungutan cukai bisa berlaku sebagai Pigouvian tax atau pajak yang dirancang untuk menginternalisasi biaya sosial yang dihasilkan produk namun tidak tercermin dalam harga pasar.
Dalam konteks ini, Pigouvian tax bisa memasukkan biaya sosial yang ditimbulkan oleh sepeda motor dan batu bara—misalnya polusi udara—sehingga harga pasarnya mencerminkan harga sesungguhnya.
"Pastinya, pengenaan cukai bagi kedua objek tersebut akan memberikan tambahan penerimaan bagi negara," jelas Fajry kepada Bisnis, Senin (28/4/2025).
Di samping itu, dia mengingatkan agar pemerintah perlu mempertimbangkan tiga faktor lain apabila serius ingin mengenakan cukai untuk sepeda motor dan batu bara.
Pertama, dampaknya kepada industri sepeda motor dan batu bara. Kedua, penyelarasan kebijakan antar kementerian terkait produk sepeda motor dan batu bara sehingga arahnya tidak berlawanan.
"Ketiga, perlu mendengarkan aspirasi dari masyarakat terutama kelompok terdampak," tutup Fajry.