Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Barang Bajakan di Mangga Dua, Pedagang: Ada, Tapi Nggak Banyak

Ikappi mengakui ada beberapa pedagang yang menjual barang bajakan alias barang tiruan (KW) di Mangga Dua, Jakarta. Namun, jumlahnya hanya segelintir.
Model mengenakan busana koleksi dari sejumlah tenant ITC Mangga Dua dalam gelaran Fashion Pay Day di Jakarta, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Model mengenakan busana koleksi dari sejumlah tenant ITC Mangga Dua dalam gelaran Fashion Pay Day di Jakarta, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mengakui ada beberapa pedagang yang menjual barang bajakan alias barang tiruan (KW) di Mangga Dua, Jakarta. Namun, jumlahnya hanya segelintir.

Hal ini merespons isu barang bajakan di Mangga Dua, Jakarta, yang disorot Amerika Serikat (AS) dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers.

Ketua Umum Ikappi Abdullah Mansuri memperkirakan hanya ada sekitar 5–7% dari 1.000 pedagang yang menjual barang bajakan di Mangga Dua.

Bahkan, dia juga mengakui barang bajakan yang dijual para pedagang di Mangga Dua sudah lama terjadi atau puluhan tahun.

Kendati demikian, Mansuri menuturkan dirinya juga menghadapi situasi yang sulit lantaran harus melindungi pedagang. Di sisi lain, lanjutnya, dia juga mengakui tindakan menjual barang bajakan merupakan hal yang salah dan melanggar.

“Segmentasi produk KW atau produk yang melangggar hak cipta itu di Mangga Dua tidak begitu banyak. Kalau 1.000 pedagangku di Mangga Dua, itu estimasiku sekitar 5–7% [yang menjual barang bajakan]. Jadi tidak cukup berpengaruh pada persaingan antara produk dalam negeri dan produk yang dijual [KW],” kata Mansuri kepada Bisnis, Minggu (20/4/2025).

Selain itu, Mansuri mengungkap para pedagang yang menjual barang bajakan yang melanggar hak cipta alias ilegal ini memiliki segmentasi tersendiri dengan cakupan yang kecil.

“Segmentasi yang kecil ini menurut saya tetap ada segmentasinya walaupun memang tidak begitu besar,” ujarnya.

Terlebih, Mansuri menyampaikan praktik barang bajakan ini sudah terjadi puluhan tahun imbas dari pemerintah yang tidak memberikan edukasi, pemahaman, pelatihan, maupun stimulus kepada para pedagang.

“Ini [pedagang menjual barang bajakan] karena sudah terjadi lama dan segmentasinya tidak terlalu besar, menurut saya treatment-nya juga tidak perlu ‘wah’, biasa saja menurut saya,” ucapnya.

Menurutnya, pemerintah harus melakukan sosialisasi dan memberikan stimulus kepada para pedagang untuk menjual produk lokal di tengah omzet yang tengah turun.

“Kami berharap ada stimulus yang diberikan pemerintah terhadap pedagang, berupa permodalan, edukasi tentang bahayanya barang-barang ilegal, tapi harus ada sosialiasi lebih awal karena peralihan itu nggak mudah,” terangnya.

Namun, Mansuri mengatakan, meski pemerintah memberikan stimulus berupa permodalan tidak serta-merta membuat barang bajakan ini menghilang di pasar Tanah Air.

“Nggak juga, untuk menghilangkan itu memang nggak mudah. Barang ilegal itu punya segmen sendiri walaupun kecil. Untuk menghilangkan total menurut saya bukan hal yang mudah,” tuturnya.

Meski begitu, dia berharap stimulus tersebut bisa membuat para pedagang beralih untuk menjual produk UMKM dengan pengawalan dan pendampingan oleh pemerintah.

“Saya berharap agar pemerintah lebih banyak memperhatikan pedagang dari sisi edukasi dan sosialisasi, itu penting. Dan saya rasa peran pemerintah kurang maksimal dalam menjaga itu, buktinya puluhan tahun [masih ada barang bajakan] tetapi tetap dibiarkan saja kan,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dibuat oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).

Berdasarkan laporan tersebut, pembajakan hak cipta yang tersebar luas dan pemalsuan merek dagang, termasuk online dan di pasar fisik, di Indonesia menjadi perhatian utama AS.

“Pasar Mangga Dua di Jakarta terus terdaftar dalam Tinjauan Pasar Terkenal untuk Pemalsuan dan Pembajakan 2024 [Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy] (Daftar Pasar Terkenal [Notorious Markets List]), bersama dengan beberapa pasar online Indonesia,” demikian yang dikutip dari laporan tersebut, Minggu (20/4/2025).

Untuk itu, USTR mendesak Indonesia untuk memanfaatkan gugus tugas penegakan HKI untuk meningkatkan kerja sama penegakan hukum di antara lembaga penegak hukum dan kementerian yang relevan.

Jika menengok laporan 2024 Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy, USTR menyebut Mangga Dua yang berlokasi di Jakarta itu dikenal sebagai pasar yang banyak menjual barang palsu alias KW, mulai dari tas, dompet, hingga pakaian.

“Mangga Dua tetap menjadi pasar populer untuk berbagai barang palsu, termasuk tas tangan, dompet, mainan, barang kulit, dan pakaian. Ada sedikit atau tidak ada tindakan penegakan hukum terhadap penjual palsu,” demikian yang tertulis dalam laporan itu.

Dalam laporan itu pua USTR menyampaikan para pemangku kepentingan terus melaporkan surat peringatan yang dikeluarkan kepada penjual sebagian besar tidak efektif dan mereka menimbulkan kekhawatiran tentang kurangnya penuntutan pidana.

“Indonesia harus mengambil tindakan penegakan hukum yang kuat dan diperluas di pasar ini dan pasar lainnya, termasuk melalui tindakan oleh Gugus Tugas Penegakan HKI,” tandasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Thomas Mola
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper