Bisnis.com, JAKARTA — Indeks keyakinan konsumen melanjutkan tren penurunan untuk ketiga kalinya pada Maret 2025, ke level 121,1, terendah sejak Oktober 2024.
Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) Fithra Faisal Hastiadi mengungkapkan bahwa penurunan yang berkelanjutan ini menggarisbawahi tekanan yang semakin besar terhadap daya beli rumah tangga.
Terlebih, tekanan tersebut terjadi di tengah menyusutnya jumlah kelas menengah dan meningkatnya beban biaya, terutama di daerah perkotaan.
“Keenam sub-komponen indeks turun, menandakan pesimisme yang luas di kalangan konsumen,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (15/4/2025).
Tekanan itu pun bertepatan dengan adanya sekitar 96.575 pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak tahun 2024 dan perilaku belanja yang lesu pada kuartal pertama tahun ini.
Menurut data SSI, PHK terbanyak terjadi di kawasan Jawa Tengah yang totalnya mencapai 23.807 orang pada periode yang sama.
Baca Juga
Sementara melihat data milik Bank Indonesia (BI), memang enam sub-komponen turun, bahkan terdapat indeks yang mendekati skor 100. Jika indeks di atas 100 berarti optimistis, di bawah 100 pesimistis.
Utamanya, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) atau ekspektasi 6 bulan yang akan datang dibandingkan dengan kondisi saat ini, yang turun 7 poin menjadi 131,7 dan ekspektasi pendapatan turun 6,3 poin menjadi 137.
Ekspektasi akan ketersediaan pekerjaan turun tajam sebesar 8,3 poin menjadi 125,9, sementara pandangan terhadap kondisi pekerjaan dibandingkan dengan enam bulan yang lalu merosot mendekati ambang batas netral 100 poin, turun 5,9 poin menjadi 100,3.
“Mengindikasikan meningkatnya ketidakamanan pekerjaan,” lanjutnya.
Sub-indeks kondisi ekonomi (IKE) saat ini turun menjadi 110,6, yang mencerminkan berkurangnya kepercayaan terhadap keuangan rumah tangga jangka pendek.
Fithra melihat jika erosi yang terus berlanjut pada sentimen konsumen menimbulkan risiko yang signifikan terhadap permintaan domestik, terutama konsumsi, yang tetap menjadi mesin utama pertumbuhan PDB.
Dengan inflasi yang masih moderat namun rupiah tertekan dan upah riil yang stagnan, hambatan terhadap pengeluaran diskresioner (konsumsi tersier) dapat meningkat, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan menengah yang rentan.
Sentimen yang melemah dapat mendorong pergeseran perilaku rumah tangga ke arah tabungan untuk berjaga-jaga, yang selanjutnya dapat menekan aktivitas ritel dan jasa.
Penurunan kepercayaan konsumen yang berkelanjutan dapat memberikan tekanan pada konsumsi rumah tangga, yang merupakan pendorong utama PDB Indonesia.
“Jika daya beli terus melemah, bisnis-bisnis yang bergantung pada permintaan domestik-seperti ritel, barang konsumsi, dan jasa-mungkin akan menghadapi pertumbuhan yang lebih lambat,” ujarnya.
Untuk itu, Fithra meyakini akan adanya penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah 5%. Dirinya pun merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini, dari 4,97% menjadi 4,8% di tambah dengan tekanan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump.