Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus meningkatkan perang dagangnya melawan China di tengah keputusan untuk menunda pengenaan tarif timbal balik kepada puluhan negara.
Teranyar, Trump resmi menaikkan tarifnya untuk China menjadi sebesar 145% dari sebelumnya 104%. Keputusan Trump muncul setelah Beijing mengumumkan rencana untuk membalas dengan mengenakan bea masuk sebesar 84% atas barang-barang Amerika.
Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala mengatakan ketegangan tersebut "menimbulkan risiko signifikan berupa kontraksi tajam dalam perdagangan bilateral" antara AS dan China.
"Proyeksi awal kami menunjukkan bahwa perdagangan barang antara kedua ekonomi ini dapat menurun hingga 80%," katanya dalam sebuah pernyataan dikutip dari Al-Jazeera pada Jumat (11/4/2025).
Hubungan Dagang AS-China
Meskipun ketegangan antara AS dan China meningkat, keduanya masih menjadi mitra dagang utama.
Baca Juga
Menurut data dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (US Trade Representative/USTR), total perdagangan barang antara AS dan China diperkirakan mencapai US$582,4 miliar pada 2024. Ekspor barang AS ke Tiongkok mencapai $143,5 miliar.
Di sisi lain, impor barang AS dari China mencapai $438,9 miliar. Hasilnya adalah defisit perdagangan Amerika dengan China mencapai $295,4 miliar tahun lalu, menandai kenaikan 5,8 persen ($16,3 miliar) dibandingkan 2023.
China adalah mitra dagang terbesar ketiga AS, setelah Meksiko dan Kanada. Namun, AS perlahan-lahan mulai mengurangi impor dari China. Barang-barang China menyumbang 13,3% dari impor AS pada 2024, turun dari puncaknya sebesar 21,6% pada 2017.
Namun, mulai dari mesin cuci dan perangkat TV hingga pakaian, China merupakan salah satu pemasok barang utama ke AS.
Departemen Perdagangan AS menghitung bahwa peralatan mekanis (terutama produk teknologi kelas bawah hingga menengah) mencapai 46,4% dari seluruh impor AS dari China pada 2022. Di sisi lain, $24,7 miliar produk pertanian diekspor dari AS ke China pada 2024 – terutama dalam bentuk kacang kedelai.
China juga merupakan importir besar peralatan pertanian, chip komputer, dan bahan bakar fosil AS.
Potensi Keuntungan
Trump telah lama menyatakan bahwa tarif dapat mengurangi defisit perdagangan Amerika dan membawa kembali manufaktur asing ke AS. Dia juga mengatakan bahwa tarif akan membuka jalan bagi pemotongan pajak di masa mendatang.
Pada 1979, hampir 20 juta orang Amerika mencari nafkah dari manufaktur. Saat ini, jumlahnya mendekati 12,5 juta. Pada tahun-tahun setelah Perang Dunia II, AS merupakan produsen utama kendaraan bermotor, pesawat terbang, dan baja.
Vincent Vicard, kepala perdagangan internasional di lembaga pemikir ekonomi CEPII mengatakan, sejak saat itu, persaingan asing dan peningkatan produktivitas telah menyusutkan pangsa relatif pekerjaan manufaktur AS.
"Dan meskipun sulit untuk mengatakan dengan tepat apa yang diinginkan Trump, bagian dari rencana tarif adalah tentang meningkatkan pendapatan untuk pemotongan pajak penghasilan dan meningkatkan industri." Kata Vicard.
Dia mengatakan, beberapa industri, seperti mobil dan baja, dapat memperoleh keuntungan dari persaingan asing yang lebih rendah. Namun, AS juga akan menghadapi harga yang lebih tinggi untuk barang setengah jadi yang digunakan dalam proses manufakturnya sendiri.
"Mungkin ada investasi di beberapa industri dalam jangka panjang… lebih dari lima tahun. Namun dampak tarif terhadap konsumen dalam jangka pendek akan berupa harga yang lebih tinggi," jelas Vicard.
Risiko Buat AS
Meski Trump berharap bahwa rezim tarifnya akan mengikis surplus perdagangan China, Beijing diuntungkan oleh keunggulan kompetitif yang sudah mengakar.
Brian Coulton, kepala ekonom di lembaga Fitch Ratings menyebut, dominasi industri China tidak akan mudah digulingkan.
“Dalam beberapa dekade terakhir, China telah membangun jaringan logistik dan infrastruktur yang menakjubkan [di sekitar sektor manufaktur utamanya]. Mereka sangat produktif," kata Coulton.
Coulton melanjutkan, biaya upah per jam produksi di AS sekitar $30, sedangkan di China sekitar $12. Dengan kata lain, biaya tenaga kerja jauh lebih rendah.
Coulton sektor elektronik dan digital AS khususnya sangat rentan terhadap putaran tarif terbaru Trump terhadap China. Dia mengatakan industri-industri tersebut mengimpor barang setengah jadi dari China.
"Apple, misalnya, berisiko tinggi," kata Coulton.
Coulton menuturkan, pertanyaan yang membayangi industri-industri tersebut adalah apakah mereka akan menanggung biaya yang lebih tinggi melalui margin keuntungan yang lebih rendah atau meneruskannya kepada konsumen.
Dia menilai, kemungkinan besar kedua hal itu akan terjadi secara kombinasi. Hal tersebut berarti adanya tekanan pada aktivitas bisnis dan biaya rumah tangga yang lebih tinggi.
Coulton memperkirakan inflasi AS akan naik hingga di atas 4$ tahun ini, dari 2,8% saat ini, dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) akan melambat.
Selama perang dagang pertama Trump dengan China pada 2018, Dewan Bisnis AS-China memperkirakan bahwa 245.000 pekerjaan di AS hilang. Karena cakupan tarif saat ini lebih besar, wajar untuk berasumsi bahwa lebih banyak pekerjaan akan hilang.
“Tarif Trump sangat dramatis … akan menjadi kejutan bagi ekonomi AS,” kata Coulton.