Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Standar Eropa Lebih Tinggi dari AS, Komoditas Ekspor RI Bisa Tembus?

Kebijakan dagang yang diberikan Uni Eropa disebut lebih ketat dibandingkan Amerika Serikat, diantaranya perihal standar lingkungan hingga keamanan.
Bendera Uni Eropa (UE) berkibar di dekat gedung Majelis Nasional di Paris, Prancis, Selasa (9/7/2024). Bloomberg/Nathan Laine
Bendera Uni Eropa (UE) berkibar di dekat gedung Majelis Nasional di Paris, Prancis, Selasa (9/7/2024). Bloomberg/Nathan Laine

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mengingatkan rencana diversifikasi ke pasar Uni Eropa akan menemukan hambatan non-tarif. Negara-negara eropa memiliki standar yang lebih tinggi dari Amerika Serikat perihal ekspor impor.

Pemerintah saat ini tengah mempercepat perundingan perjanjian dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), dengan harapan memperoleh pasar alternatif dari AS.

Langkah diversifikasi pasar ini diambil usai adanya kebijakan tarif timbal balik atau tarif resiprokal yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump ke Indonesia sebesar 32%.

Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan pemerintah akan dihadapi sederet tantangan jika menuju pasar Uni Eropa yang utamanya berkaitan dengan non-tarif.

Dia menyampaikan bahwa Indonesia akan dihadapi hambatan perdagangan yang diberlakukan oleh Uni Eropa terhadap komoditas tertentu alias non-tariff measures (NTM).

“Secara umum, sebetulnya kebijakan kita untuk dorong pasar ke Uni Eropa itu banyak dihadapkan pada tantangan hambatan yang paling besar itu hambatan non-tarif,” kata Faisal kepada Bisnis, Rabu (9/4/2025).

Pasalnya, kebijakan yang diberikan Uni Eropa akan lebih ketat dibandingkan Donald Trump, salah satunya terkait standar lingkungan hingga keamanan.

“Di sana [Uni Eropa] itu standarnya sangat ketat, standar lingkungan, standar safety, to some extent [sampai batas tertentu] dia lebih ketat daripada Amerika,” bebernya.

Untuk itu, menurut Faisal, pemerintah juga harus melakukan diversifikasi produk dalam negeri yang bisa diekspor dan bisa memenuhi standar Uni Eropa. Apalagi, sengketa dagang sawit Indonesia dengan Uni Eropa juga masih menjadi sorotan.

“Sekarang kalau bukan sawit terus apa? Nah itu pertanyaannya, jadi jangan sampai kemudian upaya untuk diversifikasinya alih-alih meningkatkan atau meredam penyempitan surplus perdagangan malah nambah jadi defisit,” tuturnya.

Faisal menyatakan bahwa pemerintah harus sudah siap untuk mengidentifikasi dan melakukan negosiasi, jika ingin meningkatkan akses pasar ekspor ke Uni Eropa. Hal ini mengingat perundingan IEU-CEPA yang juga masih berjalan alot.

“Sementara tujuan kita mau diversifikasi ini kan justru supaya ekspor kita meningkat di kawasan yang lain, kalau dengan IEU-CEPA berarti dengan kawasan Eropa,” ujarnya.

Dia pun mewanti-wanti terbukanya potensi impor dari Uni Eropa, meski pasar ekspor Indonesia bertambah. Apalagi, lanjut dia, Uni Eropa memiliki ketertarikan yang sama dengan kebijakan tarif yang ditetapkan AS.

“Mereka juga pasti akan mencari pasar ekspor, alternatif, trade diversions-nya. Artinya, kita memang perlu melihat dari sisi kecocokan produk-produk yang memenuhi comparative advantage di antara dua belah pihak,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper