Bisnis.com, JAKARTA – Inflasi Amerika Serikat (AS) Februari 2025 berada lebih rendah dari perkiraan para ekonom. Namun, perlambatan ini kemungkinan hanya sementara mengingat kebijakan tarif impor agresif yang memicu perang dagang diprediksi akan mendorong harga barang lebih tinggi dalam beberapa bulan ke depan.
Melansir Reuters, Rabu (12/3/2025), Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) naik 0,2% pada Februari 2025 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm), lebih rendah dari Januari 2025 yang naik 0,5% mtm.
Secara tahunan, CPI tumbuh 2,8% dibandingkan 3,0% pada bulan sebelumnya, sedikit di bawah proyeksi ekonom yang memperkirakan inflasi mencapai 2,9%.
Laporan inflasi pertama di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump mengindikasikan harga-harga masih berada di atas target 2% yang ditetapkan Federal Reserve.
Trump memicu ketegangan perdagangan awal bulan ini dengan menaikkan tarif impor barang dari China menjadi 20% serta memberlakukan bea masuk baru sebesar 25% untuk barang dari Kanada dan Meksiko.
Namun, ia kemudian memberikan pengecualian satu bulan bagi barang yang memenuhi kriteria dalam Perjanjian Perdagangan AS-Meksiko-Kanada (USMCA).
Baca Juga
Tarif baru untuk baja dan aluminium mulai berlaku pekan ini, memicu respons cepat dari Uni Eropa yang mengancam tindakan balasan. Di tengah ketidakpastian ini, konsumen yang khawatir akan lonjakan harga kemungkinan mempercepat pembelian barang bernilai besar seperti kendaraan bermotor, yang dapat tercermin dalam data Februari atau bulan mendatang.
Ekspektasi inflasi konsumen melonjak bulan lalu.
Bank of America Securities Stephen Juneau mengatakan semakin lama inflasi bertahan di atas target The Fed—meski disebabkan faktor sementara seperti tarif impor—semakin besar risiko ekspektasi inflasi menjadi tidak terkendali.
”Jika hal itu terjadi, The Fed akan kesulitan menjaga stabilitas harga,” ungkap Juneau seperti dilansir Reuters.
Adapun angka inflasi inti yang mengecualikan komponen makanan dan energi yang cenderung bergejolak naik 0,2% (MtM) setelah mencatat kenaikan 0,4% pada Januari. Secara tahunan, CPI inti meningkat 3,1% (YoY) setelah naik 3,3% bulan sebelumnya.
Dampak kebijakan tarif membuat ekonom merevisi proyeksi inflasi ke atas. Goldman Sachs memperkirakan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi inti (PCE), salah satu ukuran inflasi yang diawasi ketat oleh The Fed, akan meningkat dari 2,65% pada Januari menjadi sekitar 3% pada Desember.
Sebelumnya, bank investasi ini memperkirakan inflasi inti PCE akan bertahan di kisaran 2% sepanjang tahun.
Sementara itu, The Fed diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25%-4,50% dalam pertemuan pekan depan. Namun, pasar keuangan semakin yakin bahwa pemangkasan suku bunga akan dimulai pada Juni akibat memburuknya prospek ekonomi, setelah jeda pada Januari lalu.
Sejak memulai siklus pelonggaran kebijakan moneter pada September 2024, The Fed telah memangkas suku bunga sebesar 100 basis poin, setelah menaikkannya hingga 5,25 poin persentase sepanjang 2022 dan 2023 untuk menekan inflasi.