Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMI Melesat Ekspansif Kala Badai PHK Menerjang, Ini Alasannya

Purchasing manager index (PMI) meningkat signifikan ke 53,6 pada Februari 2025 di tengah kondisi badai PHK & penutupan pabrik.
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Indeks produktivitas manufaktur nasional yang tercerminkan dalam purchasing manager index (PMI) meningkat signifikan ke 53,6 pada Februari 2025 dari bulan sebelumnya 51,9. Angka tersebut tidak sejalan dengan kondisi badai PHK dan penutupan pabrik dalam negeri. 

Guru Besar FEB UI Telisa Aulia Falianty mengatakan angka PMI tidak serta merta mencakup keseluruhan industri padat karya, sehingga penggambaran kondisi di lapangan tidak sama 100% dengan indeks tersebut. 

“Iya artinya karena ada industri padat modal juga ya, yang naik kemungkinan industri padat modal,” kata Telisa kepada Bisnis, Senin (3/3/2025). 

Dia menilai kondisi penutupan pabrik hingga badai PHK banyak terjadi pada sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Sementara, industri padat modal seperti pengolahan hingga pemurnian logam dalam tren meningkat. 

Menurut Telisa, faktor penyebab PMI manufaktur Indonesia mengalami kenaikan signifikan didorong permintaan baru dan input pasokan bahan baku yang meningkat. 

Sebagaimana diketahui, dalam rilis khusus untuk Indonesia, S&P Global Market Intelligence mengungkap optimisme di Indonesia didorong oleh lonjakan pesanan baru yang merupakan yang tercepat dalam hampir setahun terakhir.

Menurut laporan S&P Global, Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia naik menjadi 53,6 dari 51,9 pada Januari, menunjukkan perbaikan kondisi operasional di sektor ini.

Peningkatan permintaan domestik menjadi pendorong utama, sementara pesanan ekspor menunjukkan sedikit penurunan. Produksi pabrik pun meningkat pada laju tercepat dalam sembilan bulan terakhir. Untuk memenuhi permintaan, perusahaan memperkuat kapasitas dengan menambah tenaga kerja pada tingkat tercepat sejak survei.

Joe Hayes, Ekonom Utama di S&P Global Market Intelligence, menyebut bahwa momentum positif ini memperkuat prospek ekonomi kuartal pertama 2025.

“Kondisi permintaan sangat mendukung pertumbuhan, mendorong peningkatan lapangan kerja yang memecahkan rekor survei dan volume pembelian yang lebih besar. Kami juga melihat perusahaan menjadi lebih optimis terhadap prospek karena keyakinan meningkat ke level tertinggi dalam hampir tiga tahun," ujarnya.

Namun demikian, tekanan biaya meningkat akibat pergerakan nilai tukar yang tidak menguntungkan serta harga bahan baku yang lebih tinggi. Produsen terpaksa menaikkan harga jual meski laju inflasi harga output masih tergolong moderat.

Optimisme pelaku industri terlihat meningkat dengan ekspektasi produksi mencapai level tertinggi sejak Maret 2022, menandakan keyakinan kuat terhadap prospek pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia pada tahun ini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper