Bisnis.com, JAKARTA - Sektor manufaktur di kawasan Asean mencatat peningkatan signifikan pada Februari 2025, didorong oleh lonjakan pesanan baru dan produksi yang mencapai laju tercepat sejak Juli tahun lalu.
Berdasarkan laporan S&P Global Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis pagi ini, Senin (3/3/2025) Manufaktur Asean naik menjadi 51,5 dari 50,4 pada Januari, menandakan perbaikan kondisi operasional yang solid.
Peningkatan ini terutama dipicu oleh naiknya permintaan baru dan output yang masing-masing mencatat kinerja terkuat dalam enam dan tujuh bulan terakhir. Selain itu, aktivitas pembelian dan perekrutan tenaga kerja oleh perusahaan juga meningkat signifikan.
Stok pembelian mencatat pertumbuhan untuk pertama kalinya dalam delapan bulan, sementara stok barang jadi turun tipis karena dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan.
Perbandingan Manufaktur Antar Negara Asean
Di antara negara-negara Asean, Indonesia mencatat kinerja manufaktur paling menonjol dengan PMI mencapai 53,6, naik dari 51,9 pada Januari. Kenaikan ini didorong oleh lonjakan pesanan domestik dan ekspansi tenaga kerja tercepat sejak survei dimulai hampir 14 tahun lalu. Sementara itu, Vietnam juga menunjukkan perbaikan dengan PMI naik tipis, mencerminkan peningkatan pesanan baru dan optimisme terhadap prospek permintaan.
Baca Juga
Thailand dan Filipina juga mencatat ekspansi, meski dalam laju yang lebih moderat. PMI Thailand sedikit naik dari 49,6 menjadi 50,6 berkat peningkatan aktivitas pembelian dan persediaan.
Sementara Filipina, meskipun mengalami ekspansi, terjadi perlambatan dari 52,3 pada Januari 2025 menjadi 51 pada Februari lalu.
PMI menggunakan nilai 50 sebagai garis tengah. Nilai di atas 50 menunjukkan ekspansi, demikian juga sebaliknya. Angka 50 ke bawah menunjukkan terjadi perlambahan di pabrik berdasarkan survei terhadap manajer pembelian.
Sementara itu, Malaysia dan Myanmar masih tertahan di bawah angka 50, menandakan kontraksi sektor manufaktur akibat permintaan yang melemah dan tekanan biaya produksi meski ada perbaikan.
Malaysia tercatat PMI naik menjadi 49,7 dari posisi 48,7 pada bulan sebelumnya. Sementara Myanmar dari 47,4 menjadi 48,5.
Singapura yang disebut sebagai barometer ekonomi di Asia Tenggara mencatatkan pelemahan ekspansi menjadi 49,9. Negara pulau itu sempat mencatatkan ekspansi pada level 51,5 pada Desember tahun lalu.
Maryam Baluch, Ekonom di S&P Global Market Intelligence, menyatakan bahwa secara garis besar terjadi peningkatan optimisme kuat di kalangan produsen Asia Tenggara.
"Optimisme menguat di antara produsen, dengan proyeksi tahun mendatang mencapai posisi [PMI Asean] tertinggi dalam 22 bulan. Untuk mengantisipasi kenaikan beban kerja dan memenuhi kebutuhan produksi, tenaga kerja dan pembelian input juga naik. Yang menggembirakan, meski aktivitas sektor manufaktur meningkat, tekanan inflasi tetap terkendali dan secara historis berkurang," ujarnya.
PMI Indonesia
Dalam rilis khusus untuk Indonesia, S&P Global Market Intelligence mengungkap optimisme di Indonesia didorong oleh lonjakan pesanan baru yang merupakan yang tercepat dalam hampir setahun terakhir.
Menurut laporan S&P Global, Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia naik menjadi 53,6 dari 51,9 pada Januari, menunjukkan perbaikan kondisi operasional di sektor ini. .
Peningkatan permintaan domestik menjadi pendorong utama, sementara pesanan ekspor menunjukkan sedikit penurunan. Produksi pabrik pun meningkat pada laju tercepat dalam sembilan bulan terakhir. Untuk memenuhi permintaan, perusahaan memperkuat kapasitas dengan menambah tenaga kerja pada tingkat tercepat sejak survei.
Joe Hayes, Ekonom Utama di S&P Global Market Intelligence, menyebut bahwa momentum positif ini memperkuat prospek ekonomi kuartal pertama 2025.
"Kondisi permintaan sangat mendukung pertumbuhan, mendorong peningkatan lapangan kerja yang memecahkan rekor survei dan volume pembelian yang lebih besar. Kami juga melihat perusahaan menjadi lebih optimis terhadap prospek karena keyakinan meningkat ke level tertinggi dalam hampir tiga tahun," ujarnya.
Namun demikian, tekanan biaya meningkat akibat pergerakan nilai tukar yang tidak menguntungkan serta harga bahan baku yang lebih tinggi. Produsen terpaksa menaikkan harga jual meski laju inflasi harga output masih tergolong moderat.
Optimisme pelaku industri terlihat meningkat dengan ekspektasi produksi mencapai level tertinggi sejak Maret 2022, menandakan keyakinan kuat terhadap prospek pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia pada tahun ini.