Bisnis.com, JAKARTA — Bank of Thailand (BOT) secara tidak terduga memangkas suku bunga utamanya untuk pertama kali dalam empat bulan. Keputusan tersebut diambil setelah data pertumbuhan mengecewakan dan seruan perdana menteri maupun Dana Moneter Internasional (IMF).
Melansir Bloomberg pada Rabu (26/2/2025), enam dari tujuh anggota Komite Kebijakan Moneter bank sentral Thailand itu memilih untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 2%, dengan satu anggota memilih untuk menahannya.
Hanya enam dari 23 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg News memperkirakan keputusan tersebut, dan sisanya memperkirakan tingkat suku bunga tidak akan berubah.
Pemangkasan suku bunga terjadi setelah pemerintah mengintensifkan kampanye selama setahun untuk menurunkan biaya pinjaman. Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, pekan lalu menyampaikan seruan publik yang jarang dilakukan untuk melakukan pemotongan.
Bank sentral sebelumnya berargumen bahwa ketidakpastian global berarti menjaga ruang kebijakan adalah hal yang tepat, namun IMF setuju dengan argumen Paetongtarn bahwa pengurangan akan membantu masyarakat Thailand yang berjuang menghadapi tumpukan utang rumah tangga.
“Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh lebih lambat dari perkiraan sebelumnya karena sektor industri sedang tertekan oleh masalah struktural dan persaingan dari produk asing, serta risiko yang lebih tinggi dari kebijakan perdagangan negara-negara besar,” kata BOT dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga
BOT menambahkan, hal ini terjadi meskipun perekonomian didukung oleh permintaan domestik dan pariwisata.
Bank sentral tidak mengeluarkan perkiraan pertumbuhan baru, setelah sebelumnya memperkirakan perekonomian akan tumbuh sebesar 2,9% pada 2025.
Data minggu lalu menunjukkan perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini hanya tumbuh sebesar 2,5% pada 2024, lebih rendah dari perkiraan ekonom dan setengah dari laju pertumbuhan ekonomi negara tetangga Indonesia.
Pernyataan BOT mencatat bahwa inflasi umum cenderung tetap berada pada batas bawah kisaran target 1% hingga 3%, namun menghadapi risiko penurunan dari harga minyak dan subsidi energi dalam negeri.
Gubernur BOT, Sethaput Suthiwartnarueput sebelumnya mengatakan dia menganggap dampak kebijakan perdagangan sebagai tantangan utama bank sentral, dan memperingatkan bahwa sangat sulit untuk menangani guncangan dari sisi pasokan, yang kemungkinan akan meningkat.
Thailand, yang mencatat surplus perdagangan sebesar US$35,4 miliar dengan AS pada 2024, berencana untuk meningkatkan impor etana dan produk pertanian AS agar tidak menjadi sasaran Presiden AS Donald Trump, yang mengatakan dia akan mengenakan tarif pada negara-negara yang menjual lebih banyak ke Amerika daripada yang mereka beli.
Banjir impor merupakan salah satu faktor yang menghambat pemulihan Thailand, kata Sethaput pada panel awal bulan ini. Dia juga menambahkan bahwa sektor manufaktur di negara tersebut sangat terpukul.