Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Geger BBM Pertalite Dioplos Pertamax, Pertamina Angkat Bicara

PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa Pertamax (RON 92) yang beredar di masyarakat bukan BBM oplosan. Berikut penjelasannya.
Pengendara mengisi BBM jenis Pertamax di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta, Rabu (1/1/2025)/Bisnis/Himawan L Nugraha
Pengendara mengisi BBM jenis Pertamax di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta, Rabu (1/1/2025)/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa Pertamax (RON 92) yang beredar di masyarakat bukan BBM oplosan. Pertamax yang dijual dipastikan sudah sesuai dengan spesifikasi.

Hal ini merespons kegaduhan masyarakat di media sosial yang menyebut Pertamax yang dibeli sebenarnya berkualitas RON 90 atau setara Pertalite.

Tudingan masyarakat itu tidak lepas dari kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan subholding Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018—2023.

VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menjelaskan BBM Pertamax yang dijual di SPBU tetap sesuai standar yaitu RON 92.

"Dan memenuhi semua parameter kualitas bahan bakar yang telah ditetapkan Ditjen Migas," kata Fadjar melalui keterangan resmi, Rabu (26/2/2025).

Dia memastikan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga terus melakukan pengawasan mutu BBM dengan cara melakukan uji sampel dari berbagai SPBU secara periodik.

Fadjar menjelaskan terkait blending BBM. Menurutnya, ada perbedaan signifikan antara oplosan dan blending. Dia menjelaskan bahwa oplosan adalah istilah pencampuran yang tidak sesuai dengan aturan.

Sementara itu, blending merupakan praktik umum (common practice) dalam proses produksi bahan bakar. Blending yang dimaksud adalah proses pencampuran bahan bakar atau dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu dan parameter kualitas lainnya.

"Seperti Pertalite yang merupakan campuran komponen bahan bakar RON 92 atau yang lebih tinggi dengan bahan bakar RON yang lebih rendah sehingga dicapai bahan bakar RON 90," jelas Fadjar.

Dengan demikian, kata Fadjar, masyarakat tidak perlu khawatir terkait mutu BBM Pertamina. 

"Kualitas Pertamax sudah sesuai dengan spesifikasinya, yaitu dengan standar oktan 92," ucapnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Ketujuh tersangka yang telah ditahan itu adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional Sani Dinar Saifuddin.

Selain itu, tersangka lainnya adalah Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Manajemen pada PT Kilang Pertamina Internasional, Gading Ramadhan Joedo selaku Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara dan MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistima.

Dalam kasus tersebut, salah satu tersangka, RS selaku direktur utama PT Pertamina Patra Niaga diduga seolah-olah melakukan impor produk kilang RON 92. Namun, setelah diusut ternyata RS diduga malah membeli bahan bakar dengan oktan minimum sebesar 90 atau sejenis Pertalite. 

Produk kilang itu kemudian dicampur sedemikian rupa untuk menjadi RON 92 atau sejenis Pertamax. 

Adapun, perkara korupsi tersebut bermula ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur ihwal prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Para tersangka diduga malah mengakali aturan tersebut.

"Namun, berdasarkan fakta penyidikan yang didapat, tiga tersangka yaitu RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam Rapat Optimalisasi Hilir atau OH yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi di dalam negeri tidak terserap seluruhnya," tutur Qohar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper