Bisnis.com, JAKARTA - Vietnam akan mengenakan tarif anti-dumping pada baja dari China, mengikuti langkah Korea Selatan dan negara-negara lain dalam melawan lonjakan pasokan dari produsen terbesar dunia tersebut.
Melansir Bloomberg pada Senin (24/2/2025), Vietnam akan mengenakan tarif sementara pada beberapa produk baja canai panas (hot-rolled coil/HRC) mulai awal Maret, menurut pernyataan dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Di luar China sendiri, Vietnam merupakan pembeli terbesar baja China dengan baja canai panas merupakan produk ekspor utama.
Tarif sementara Vietnam antara 19,38% dan 27,83% akan mulai berlaku pada 7 Maret 2025 mendatang dan berlaku selama 120 hari. China mengekspor sekitar 8 juta ton HRC ke Vietnam tahun lalu dan tarifnya kemungkinan akan mencakup sekitar 50% dari volume tersebut, kata Citigroup, mengutip diskusi dengan para pelaku industri.
Penyelidikan anti-dumping dipicu oleh Hoa Phat Group dan Formosa Ha Tinh Steel Corp., dua produsen baja besar Vietnam yang meminta penyelidikan impor dari India dan China pada tahun lalu. Pemerintah tidak akan melanjutkan penerapan bea masuk terhadap India saat ini, katanya.
China mengirimkan baja terbanyak ke luar negeri dalam sembilan tahun pada 2024 karena produsennya beralih ke pasar global untuk mengimbangi perlambatan konstruksi yang parah di dalam negeri.
Hal ini membuka peluang bagi Presiden Donald Trump untuk mengusulkan tarif sebesar 25% untuk seluruh impor AS, dan telah mendorong negara-negara mulai dari Korea Selatan hingga Brazil dan India untuk mempertimbangkan tarif tersebut.
Kebijakan proteksionisme akan menambah tekanan pada Beijing untuk mengendalikan industri baja yang bernilai miliaran ton setelah beberapa tahun memperlambat permintaan domestik. Baja berjangka di China turun sebanyak 1,8%, sementara produsen baja di Vietnam menguat.
"Keputusan tarif baru-baru ini harus memberi insentif kepada pemerintah China untuk meluncurkan putaran reformasi pasokan lainnya untuk meningkatkan disiplin pasokan dan meningkatkan profitabilitas industri," tulis analis termasuk Jack Shang dari Citigroup Inc.