Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan Januari 2025 yang mencapai US$3,45 miliar, ditopang oleh perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) yang mencapai US$1,58 miliar.
Secara umum, surplus neraca dagang Indonesia pada Januari 2025 tersebut terbentuk dari realisasi ekspor yang senilai US$21,45 miliar, sementara importasi barang senilai US$18 miliar.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan bahwa komoditas penyumbang surplus utamanya berasal dari Bahan Bakar Mineral (HS 27), Lemak dan Minyak Hewani/Nabati (HS 15), serta Besi dan Baja (HS 72).
"Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit sebesar US$1,43 miliar. Penyumbang defisit adalah minyak mentah dan hasil minyak," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (17/2/2025).
Secara perinci, Amalia menjelaskan bahwa surplus Indonesia dengan AS utamanya berasal dari komoditas Mesin dan Perlengkapan Elektrik serta Bagiannya (HS 85) senilai US$286,2 juta.
Kemudian, diikuti oleh komoditas Pakaian dan Aksesorisnya Rajutan (HS 61) dengan surplus senilai US$218,1 juta, sementara surplus dari perdagangan Alas Kaki (HS 64) mencapai US$200 juta.
Baca Juga
Selain AS, perdagangan Indonesia dengan India juga mencatatkan surplus senilai US$0,77 miliar. Komoditas penyumbang surplus terbesar berasal dari Bahan Bakar Mineral (HS 27) senilai US$479,5 juta, Bahan Kimia Anorganik (HS 28) senilai US$98,5 juta, serta Lemak dan Minyak Hewani/Nabati (HS 15) senilai US$76,8 juta.
Negara lainnya yang menjadi penyumbang utama surplus adalah Filipina dengan nilai US$0,73 miliar.
Surplus terbesar berasal dari Kendaraan dan Bagiannya (HS 87) senilai US$214,1 juta, Bahan Bakar Mineral (HS 27) senilai US$176,9 juta, serta Lemak dan Minyak Hewani/Nabati (HS 15) senilai US$75,3 juta.
Realisasi surplus yang tumbuh 1,21% secara month-to-month (MtM) dan 1,45% secara year-on-year (YoY) tersebut harus termoderasi dengan defisit oleh tiga negara.
Pertama, defisit perdagangan Indonesia dengan China mencapai US$1,77 miliar yang disumbang oleh Mesin dan Peralatan Mekanis serta Bagiannya (HS 84) senilai US$1,42 miliar, Mesin dan Perlengkapan Elektrik serta Bagiannya (HS 85) senilai US$1,19 miliar, dan komoditas Plastik dan Barang dari Plastik (HS 39) senilai US$320,1 juta.
Kedua, defisit perdagangan dengan Australia senilai US$185,2 juta yang berasal dari Serealia (HS 10) senilai US$80 juta, Logam Mulia dan Perhiasan/Permata (HS 71) senilai US$67,7 juta, serta Bahan Bakar Mineral (HS 27) sejumlah US$65,7 juta.
Terakhir, perdagangan Indonesia tercatat mengalami defisit dengan Ekuador senilai US$133,6 juta akibat impor yang cukup besar terhadap komoditas Kakao dan Olahannya (HS 18), Tembakau dan Rokok (HS 24), serta Bijih Logam, Terak, dan Abu (HS 26).