Bisnis.com, JAKARTA – Perkumpulan Pedagang Kelontong Seluruh Indonesia (Perpeksi) berencana turun ke jalan untuk melakukan aksi gugatan terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Adapun, sejumlah ketentuan dalam RPP Kesehatan dan aturan turunan R-Permenkes dirasa memberatkan pedagang kelontong. Kebijakan yang dimaksud seperti penyeragaman kemasan rokok hingga larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari lokasi pendidikan.
Ketua Umum Perpeksi Junaedi mengatakan, aturan tersebut akan berdampak besar terhadap perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah yang didominasi oleh UMKM, termasuk warung-warung kelontong.
“Jika Kemenkes terus melanjutkan, bahkan mengesahkan Rancangan Permenkes, Perpeksi dan lembaga serta asosiasi masyarakat lainnya siap turun ke jalan untuk menggugat,” ujar Junaedi dalam keterangan tertulis, Selasa (4/2/2025).
Kemenkes melalui PP No. 28/2024 juga mengatur larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak yang banyak ditentang oleh berbagai pihak.
Padahal, banyak warung yang sudah berjualan bertahun-tahun di lingkungan tersebut, bahkan sebelum sekolah atau tempat bermain anak didirikan. Pembatasan yang dibebankan kepada warung-warung ini, menurut Junaedi, akan merugikan pendapatan para pedagang.
Baca Juga
Apalagi, saat ini pendapatan dari menjual rokok menjadi penyumbang terbesar pedagang, sekitar 60% dari total pendapatan warung-warung.
Alih-alih pembatasan penjualan rokok di warung kelontong, pihaknya mendukung upaya gerakan edukasi pembatasan konsumsi rokok melalui stiker larangan penjualan rokok di bawah usia 21 tahun.
Anjuran ini menjadi pilihan yang lebih bijak ketimbang dorongan penyusunan aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, seperti penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
Dia melihat, anjuran ini jauh lebih baik dibandingkan dengan aturan eksesif lainnya yang didorong Kemenkes, seperti penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Permenkes.
“Saya setuju untuk anak di bawah usia 21 tahun tidak merokok. Namun, untuk usia 21 ke atas itu saya rasa merupakan pilihan orang dewasa untuk menentukan selera apa yang mau dikonsumsi,” ujarnya.
Di sisi lain, pihaknya meminta agar Kemenkes merancang regulasi yang adil. Junaedi mengatakan Kemenkes selalu menjanjikan akan melakukan dialog dan mengkaji ulang, tetapi dia skeptis dengan langkah yang akan diambil oleh Kemenkes.
Pasalnya, Kemenkes mengaku telah melakukan dialog seputar PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes, tetapi Junaedi mengatakan, lembaga pemerintah itu tidak pernah melakukan sosialisasi atau pembicaraan dengan asosiasi atau lembaga yang memiliki kaitan dengan IHT saat merumuskan kebijakan sebelumnya.
Dalam kesempatan yang sama, gerakan edukasi warung kelontong juga didukung oleh Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau (PPAT) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Benget Saragih.
Menurutnya, stiker larangan menjual rokok kepada warga di bawah usia 21 tahun dinilai lebih tepat sasaran karena mendorong edukasi kepada masyarakat luas.
“Upaya ini bisa memberikan pemahaman untuk menekan angka konsumsi rokok di kalangan usia muda,” jelasnya.