Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (Bapanas) buka suara terkait harga daging sapi di tengah merebaknya wabah kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menjangkiti ribuan ternak.
Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Bapanas Maino Dwi Hartono mengatakan bahwa harga daging sapi masih dibanderol normal di tengah wabah PMK.
“Kalau daging, harganya masih normal kok. Belum ada pengaruh [dari wabah PMK] sampai ke harga malah,” kata Maino saat ditemui di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (13/1/2025).
Jika menengok Panel Harga Bapanas, Senin (13/1/2025) pukul 13.39 WIB, harga daging sapi murni di tingkat pedagang eceran merangkak 0,3% atau sebesar Rp410. Secara rata-rata nasional, harga daging sapi murni mencapai Rp135.510 per kilogram.
Adapun, harga daging sapi tertinggi terjadi di Papua Pegunungan. Harganya tembus Rp170.000 per kilogram. Sementara itu, harga daging sapi murni terendah terjadi di Jawa Timur, yakni seharga Rp115.910 per kilogram.
Diberitakan sebelumnya, ribuan ternak yang terjangkit wabah PMK berpotensi membuka keran impor daging sapi besar-besaran untuk memenuhi permintaan daging menjelang puasa. Imbasnya, harga daging akan semakin mahal.
Baca Juga
Secara nasional, Kementerian Pertanian (Kementan) bahwa pada 28 Desember 2024–8 Januari 2025, terdapat 13.287 ekor ternak sakit dilaporkan akibat PMK. Wabah ini terbanyak terjadi di Provinsi Jawa Timur, dengan data menunjukan total 496 kasus terjadi dalam satu bulan terakhir.
Pengamat Peternakan dari Universitas Padjajaran Rochadi Tawaf mengaku khawatir akan adanya penurunan populasi ternak akibat wabah penyakit ini. Sebab, pada tahun lalu, dia menyebut penurunan populasi dan produksi hampir mencapai 30% imbas wabah PMK.
Di sisi lain, permintaan daging sapi akan meningkat di dalam negeri, apalagi menjelang puasa. Namun, dengan wabah PMK ini, maka permintaan daging sapi akan terus meningkat sedangkan populasi menurun. Imbasnya, pemenuhan daging sapi akan bergantung pada keran impor alias food trap(keterperangkapan pangan).
“Kalau daging, diganti sama daging impor, impor [daging sapi] yang membesar nanti. Jadi ketergantungan kita terhadap impor [daging sapi] makin membesar,” kata Rochadi saat dihubungi Bisnis, Minggu (12/1/2025).
Rochadi menyampaikan bahwa saat ini persentase impor daging sudah hampir mendekati 50%. Padahal, sebelumnya kebutuhan daging dalam negeri mampu diproduk sebanyak 70%, sisanya berasal dari impor.
“Ketergantungan impornya membesar, harga pasti mahal, karena sapinya nggak ada, orang mintanya banyak,” ungkapnya.
Pengendalian PMK
Sebelumnya, Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementan Imron Suandy mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan program vaksinasi untuk mengendalikan kasus PMK.
Imron menyampaikan bahwa pemerintah bekerja sama dengan pelaku usaha peternakan, asosiasi, dan stakeholder lainnya untuk mengendalikan wabah PMK. Dia juga menjelaskan bahwa tingkat kematian PMK sangat kecil, yakni kurang dari 2%.
“PMK bukan penyakit menular dan berbahaya bagi manusia, ternak yang terinfeksi aman untuk dikonsumsi, yang harus diperhatikan penanganannya tidak mencemari lingkungan dan berpotensi menjadi sumber penular bagi ternak hidup di sekitarnya,” kata Imron kepada Bisnis.
Selain vaksinasi, pengendalian PMK dilakukan dengan strategi pembentukan Satgas agar pekerjaan lebih terkoordinasi dari pusat hingga daerah, investigasi dan respons cepat terhadap laporan dugaan kasus PMK. Serta, vaksinasi pada hewan sehat di sekitar wilayah kasus.
Pengendalian PMK juga dilakukan dengan pengobatan pada ternak sakit, peningkatan daya tahan tubuh ternak dengan pemberian vitamin, pembersihan dan disinfeksi kandang, peternakan, pasar hewan, dan edukasi kepada peternak dan masyarakat.