Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indef Ungkap Dampak 'Ngeri' PPN 12%: Gaji Buruh Turun hingga Rawan Penghindaran Pajak

Tarif PPN 12% memang berpotensi menambah penerimaan negara, tetapi risiko ekonominya cukup besar, terutama bagi rakyat miskin dan para pekerja.
Ilustrasi pajak. / dok. Freepik - 8photo
Ilustrasi pajak. / dok. Freepik - 8photo

Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan ekonom terus mengingatkan pemerintah soal dampak serius pemberlakuan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12%, dari risiko penurunan pertumbuhan ekonomi hingga kemungkinan membesarnya penghindaran pajak.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menjelaskan bahwa kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian memengaruhi ekonomi Indonesia, yang mencatatkan kenaikan utang. Pemerintah pun memutar otak untuk mencari tambahan penerimaan negara.

Menurut Rizal, perkembangan kenaikan utang yang memiliki konsekuensi membesarnya cicilan pokok dan bunga utang pada 2025 menjadi persoalan serius. Kondisi itu berhadapan dengan realita rasio pajak (tax ratio) Indonesia yang turun, sehingga pemerintah akan menaikkan PPN menjadi 12% tahun depan demi ketersediaan dana.

Kebijakan menaikkan PPN itu menurutnya akan berdampak negatif bagi perekonomian. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia bisa turun 0,17% saat PPN 12% karena konsumsi rumah tangga turun dan penyerapan jumlah tenaga kerja juga berkurang.

"Pengaruh kenaikan PPN 12% terhadap perekonomian nasional jelas akan menambah beban rakyat miskin, juga mengurangi daya saing ekspor karena kenaikan overhead dan harga produk, barang dan jasa domestik juga akan naik, terutama yang berkaitan dengan pajak penghasilan," ujar Rizal dalam diskusi PPN 12%: Solusi atau Beban Baru, Senin (2/12/2024).

Naiknya PPN akan berimplikasi pada turunnya gaji karyawan/buruh karena beban pengeluaran yang lebih tinggi. Rizal menjelaskan bahwa hal itu bisa terjadi karena kenaikan PPN akan turut meningkatkan harga pokok penjualan (HPP) barang-barang.

Dia juga mengkhawatirkan risiko naiknya penghindaran pajak (tax avoidance), terutama karena sektor informal yang tinggi di Indonesia.

Rizal menilai bahwa kebijakan menaikkan PPN menjadi upaya menambah penerimaan dari ceruk yang telah terkena pajak, tetapi tidak menjawab masalah sulitnya menarik pajak dari sektor informal.

"[Dampak kenaikan PPN 12%] pengeluaran lebih banyak akan dialami oleh kelas menengah yang sudah terjepit," ujar Rizal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper