Bisnis.com, JAKARTA — Laba perusahaan-perusahaan industri China mengalami penurunan selama tiga bulan beruntun seiring dengan memburuknya deflasi dan produksi pabrik yang lesu membayangi dampak dari langkah-langkah stimulus baru-baru ini.
Mengutip Bloomberg pada Kamis (28/11/2024), data dari Biro Statistik Nasional China atau NBS melaporkan laba industri di perusahaan-perusahaan besar China turun 10% (year on year/YoY) pada Oktober 2024, menyusul penurunan 27,1% yang lebih tajam pada September lalu. Bloomberg Economics telah memperkirakan penurunan tahunan menjadi sekitar 20%.
Laba menyusut 4,3% dalam 10 bulan pertama dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023, menuju penurunan tahunan ketiga.
Laba tersebut memberikan bukti pertama tentang bagaimana neraca bisnis berjalan selama sebulan penuh aktivitas setelah upaya terbesar Beijing untuk meningkatkan ekonomi sejak pandemi. Laba industri merupakan ukuran utama kesehatan keuangan pabrik, tambang, dan utilitas yang dapat memengaruhi keputusan investasi mereka di bulan-bulan mendatang.
"Meskipun laba pada perusahaan industri skala besar masih terus menurun, penerapan kebijakan yang ada dengan lebih cepat dan pengenalan paket langkah-langkah tambahan telah menghasilkan beberapa perbaikan dalam kinerja mereka," kata biro statistik dalam pernyataan tersebut.
Keuangan perusahaan menjadi lebih tegang karena China berjuang melawan permintaan domestik yang lemah dan periode deflasi terpanjang sejak 1999. Harga produsen secara tak terduga turun pada tingkat yang lebih cepat pada Oktober 2024 dan produksi industri mengalami stagnasi.
Baca Juga
Namun demikian, tanda-tanda telah muncul yang menunjukkan pemulihan yang tentatif dan peningkatan kepercayaan diri setelah berbagai langkah mulai dari pelonggaran moneter hingga dukungan untuk sektor real estat sejak akhir September. Investasi infrastruktur stabil dan tingkat pengangguran perkotaan turun pada bulan Oktober ke level terendah dalam empat bulan.
Tantangan baru muncul menyusul kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS bulan ini. Ancamannya akan tarif impor yang tinggi pada barang-barang China berisiko mendatangkan malapetaka lebih lanjut pada sektor ekspor negara Asia tersebut, yang sudah menghadapi hambatan perdagangan yang lebih besar dari kawasan seperti Uni Eropa.