Bisnis.com, JAKARTA — Program petani milenial yang diusung Kementerian Pertanian (Kementan) dinilai akan menambah jumlah petani milenial berusia 19–39 tahun di Tanah Air untuk jangka pendek. Sebab, belum menyentuh akar masalah krusial di pertanian.
Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Eliza Mardian memandang program yang memberikan insentif untuk anak muda agar tertarik menjadi petani merupakan langkah yang amat penting. Bahkan, langkah ini salah satu solusi instan menambah jumlah petani muda.
Menurutnya, langkah ini menjadi bentuk pemerintah untuk berkomitmen dalam mengatasi permasalahan aging farmer. Namun, dia menyebut langkah ini tidak akan bertahan lama, mengingat sejauh mana APBN mampu menggelontorkan dana
“Tetapi jika hanya dengan program petani milenial iming-iming digaji Rp10 juta ini dampaknya tidak akan sustain, karena tidak menyentuh akar persoalan,” kata Eliza kepada Bisnis, Selasa (26/11/2024).
Maka dari itu, Eliza menyarankan agar pemerintah lebih baik membuat program yang dapat membenahi ketertarikan anak mudah menjadi petani.
Ini artinya, pemerintah perlu memperbaiki tata kelola pangan hingga ke akar permasalahan dengan memberikan pelindungan harga serta kepastian dari sisi pasar.
Baca Juga
Terlebih, sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang masuk kategori high risk low return dan penuh ketidakpastian, baik dari sisi harga maupun pasar. Apalagi, ungkap Eliza, usia muda memiliki keterbatasan modal sehingga sulit mendapatkan pembiayaan yang murah lantaran suku bunga pinjaman untuk sektor pertanian yang relatif tinggi dibandingkan sektor lain.
“Sudah pembiaayaan mahal, dihadapkan dengan ketidakpastian yang tinggi dari sisi pasar dan harga. Anak muda tidak ingin risiko tinggi, tetapi return-nya rendah juga,” tuturnya.
Untuk itu, kata Eliza, pemerintah perlu mengundang investor untuk membangun industri skala kecil menengah untuk pengolahan hasil panen sehingga harga komoditas stabil, penciptaan nilai tambah, serta penciptaan lapangan kerja.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah perlu membuat dashboard neraca komoditas yang memuat informasi produksi, konsumsi, jenis pangan di setiap desa. Dengan begitu, setidaknya pemerintah bisa melakukan perencanaan produksi, distribusi, dan hilirisasi.
“Hal-hal seperti itu yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah untuk membenahi tata kelola pangan hingga ke akar masalahnya,” ujarnya.
Seperti diketahui, Hasil Sensus Pertanian 2023 menunjukkam jumlah petani milenial yang berusia di rentang 19–39 tahun mencapai 6,18 juta orang pada 2023. Proporsinya sekitar 21,93% dari total petani di Indonesia yang sebanyak 28,19 juta orang.
Namun, petani milenial yang menggunakan teknologi digital lebih sedikit dibandingkan yang tidak menggunakan. Perinciannya, petani milenial yang menggunakan teknologi digital sebanyak 2,6 juta orang. Sedangkan petani milenial yang tidak menggunakan teknologi digital adalah sebanyak 3,57 juta orang.
Jika ditelusuri dari wilayah, Jawa Timur menjadi wilayah dengan petani milenial umur 19–39 tahun terbanyak di Indonesia. Jumlah petani milenial di Jawa Timur mencapai 971.102 orang atau sekitar 15,71% dari keseluruhan petani milenial pada 2023.
Berikutnya, provinsi dengan jumlah petani milenial umur 19–39 tahun terbanyak kedua dan ketiga adalah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Barat dengan masing-masing sebanyak 625.807 orang (10,12%) dan 543.044 orang (8,78%).
Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan anak muda yang masuk sebagai petani milenial bisa mengantongi cuan hingga Rp10 juta per bulan. Salah satu jurus ini disebut mampu menarik minat anak muda menjadi petani milenial, sekaligus meningkatkan ketahanan pangan.
Namun yang perlu diingat, pendapatan Rp10 juta per bulan itu merupakan proyeksi hasil panen dan bukan gaji tetap dari pemerintah. Adapun, petani milenial ditargetkan hingga 50.000 pendaftar.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menuturkan petani milenial yang terjun di sektor pertanian menjadi harapan baru bagi sektor ini, lantaran bsia meraup pendapatan hingga Rp10 juta per bulan.
Selain mengantongi cuan, Amran menyebut petani milenial juga menggunakan mesin pertanian berteknologi tinggi yang dihibahkan. Berangkat dari dua faktor ini, Kementan optimistis dapat menarik generasi milenial dan generasi Z untuk terjun di sektor pertanian.
“Kami bagikan mesin, dia gunakan. Karena milenial, generasi Z mau turun mana kala menguntungkan, minimal pendapatannya Rp10 juta per bulan,” kata Amran dikutip dari Instagram resmi Kementan, Minggu (24/11/2024).
Sebab, Mentan Amran menilai generasi milenial dan generasi Z akan lebih tertarik jika didorong dengan adanya pendapatan dan teknologi yang canggih. “Tanpa 2 hal ini [pendapatan Rp10 juta dan teknologi yang tinggi], itu [milenial] tidak mungkin mau turun ke lapangan,” ungkapnya.