Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan bahwa pemerintah melakukan strategi oportunistis dalam menerbitkan utang baru untuk melunasi utang jatuh tempo pemerintah.
Tahun depan, pemerintah harus menghadapi utang jatuh tempo senilai Rp800,33 triliun. Untuk melunasinya, Sri Mulyani telah menyusun strategi pembiayaan.
Pihaknya akan menentukan jumlah penerbitan utang baru untuk membayar utang jatuh tempo dan ditambah dengan rencana defisit APBN, serta menentukan jumlah yang akan diterbitkan di dalam negeri dan luar negeri.
"Strateginya kita sebut opportunistic, kadang kalau kita lihat ‘eh, minggu ini kelihatan bagus’ [kita terbitkan] kita dapat datanya negara ini akan masuk ke market," ujarnya di DPR, Rabu (13/11/2024).
Sri Mulyani menjelaskan, nantinya juga akan ditentukan utang yang akan diterbitkan dalam nilai tukar apa, serta dalam bentuk sukuk ataupun Surat Berharga Negara (SBN).
Untuk di dalam negeri sendiri, pada dasarnya pemerintah melakukan lelang Surat Berharga Negara setiap dua pekan, bergantian antara Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Baca Juga
Bendahara negara tersebut menyampaikan bila Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dianggap stabil dan kredibel, investor tidak akan mencairkan surat utangnya.
Sepanjang pantauan Sri Mulyani, banyak investor yang percaya terhadap keuangan Tanah Air dan memilih untuk membeli kembali surat utang yang pemerintah terbitkan.
Dalam hal ini, kebanyakan investor yang bersiap mendapatkan pembayaran dari pemerintah, memilih untuk melakukan revolve atau pembelian kembali surat utang baru yang pemerintah terbitkan.
"Makanya mereka biasanya menunggu apakah kami akan meng-issue yang baru kemudian mereka revolve saja. Kalau mereka percaya terhadap APBN dan pengelolaan keuangan negara," tuturnya.
Kecuali, lanjut Sri Mulyani, terdapat instrumen investasi lain yang menarik dari SUN. Para investor asing tersebut akan mencairkan utang jatuh tempo dan membeli instrumen investasi lainnya.
Untuk tahun ini saja terdapat utang jatuh tempo sebanyak Rp434,29 triliun, yang terdiri dari Rp371,8 triliun SBN dan Rp62,49 triliun sisanya berasal dari pinjaman.
Menjelang akhir tahun, Sri Mulyani mengumumkan bahwa pihaknya telah melakukan pembayaran utang jatuh tempo melalui penerbitan utang baru dan banyak investor yang melakukan revolving.
"Jadi semuanya di-revolving sebenernya. Kita ada erevolve, jadi ada yang baru. Makanya growth issuance kita lebih besar dari deficit financing," ujarnya.