Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) akan menggenjot sektor perumahan dengan mengusulkan perpanjangan insentif Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengaku bahwa perumahan atau properti menjadi sektor andalan untuk mendorong produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Kemenko Perekonomian juga telah mengusulkan untuk memperpanjang PPN DTP pada tahun depan untuk mendorong PDB dari sektor properti.
“Makanya kan yang tahun ini kemarin disetujui perpanjangan PPN DTP untuk yang properti. Kemudian FLPP juga ditambah. Untuk tahun depan Pak Menko juga sudah mengusulkan perpanjangan,” Susi saat ditemui di Graha Mandiri, Jakarta, Senin (11/112024).
Susi menambahkan bahwa sektor perumahan akan menjadi perhatian pemerintah, sejalan dengan kontribusinya yang besar, terutama di sektor properti dan konstruksi.
Di samping PPN DTP, Susi juga menjelaskan bahwa pemerintah mengusulkan untuk memperpanjang FLPP untuk semester I/2025. “FLPP sudah kita perpanjang sampai akhir tahun, dan kita usulkan untuk semester I/2025,” terangnya.
Baca Juga
Menurutnya, sejumlah usulan insentif ini dilakukan untuk memberikan fasilitas pembiayaan perumahan yang murah untuk masyarakat, lantaran perumahan memberikan komponen terbesar terhadap PDB.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Jenderal (Dirjen) Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Iwan Suprijanto mengatakan bahwa belum ada keputusan akhir mengenai perpanjangan PPN DTP untuk 2025.
Namun, dia menegaskan telah melakukan pembahasan bersama Kementerian dan Lembaga lain. "Untuk 2025 belum ada [keputusan PPN DTP diperpanjang]. Itu sedang diusulkan, termasuk usulan aspirasi dari pengembang, tetapi kan nanti kita akan bicara dengan perspektif ekonomi makro juga kan," tutur Iwan saat ditemui di Kantor Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Kamis (7/11/2024).
Iwan juga memberikan penjelasan mengenai usulan pengembang agar nantinya PPN DTP dapat berlaku bagi unit rumah yang inden apabila jadi dilanjutkan di 2025.
Untuk itu, dia menyebut perlu dilakukan koordinasi mendalam dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pasalnya, pemberian insentif perumahan yang terlalu besar dikhawatirkan bakal berpotensi menggerus penerimaan negara.
"Itu [usulan pengembang] harus dibicarakan bersama. Bukan hanya kami tapi dengan Kemenkeu juga. Karena itu berpengaruh terhadap penerimaan negara gitu kan dan itu nanti berpotensi terhadap ketersediaan ruang fiskal buat kita," tandasnya.